Laman

Rabu, 11 Juni 2014

SIKAP MENCERAHKAN, SUATU SIKAP YANG HARUS DIBANGKITKAN LAGI DI RANAH GENERASI BARU SUMEDANG

Ketika menonton Film “Sang Pencerah” karya sutradara berbakat, Hanung.  Yang menceritakan seorang pemuda yang bernama Darwis yang kemudian hari terkenal dengan nama Ahmad dahlan, sang pendiri organisasi Muhammadiyah. Ahmad dahlan sebenarnya berpikiran yang amat sederhana, bagaimana masyarakat indonesia, waktu itu masih terjajah Belanda, mulai terusik karena hampir semua masyarakat pribumi tidak begitu berperan dalam kehidupan di masyarakatnya, karena kebodohan dan juga terpinggirkan. Sehingga ia melakukan pembaharuan dan perubahan  yang mencerahkan. Ia banyak mengubah pemahaman dan persefsi yang salah yang hampir ratusan tahun tetap dipertahann oleh masyarakat yang terjajah waktu itu. Ia banyak membuat sekolah sekolah yang waktu itu dianggap baru oleh kaum pribumi. Mengubah persefsi dan membangun sekolah adalah karya nyata dari seorang yang bernama Ahmad dahlan, sehingga sesungguhnya dialah yang harusnya dianggap sebagai bapak pendidikan nasional. Karena dialah orang yang pertama membangun sekolah yang sejajar dengan sekolah kaum elit priyayi boneka penjajah. Dialah yang membangkitkan kesadaran melalui suatu proses  lembaga pendidikan di negeri ini. Karena itu tidak heran dari institusi inilah banyak tokoh dan juga kaum pencerah negeri ini berasal. Misal sekolah ini telah melahirkan tokoh besar sekaliber jendral sudirman, WR supratman, dan yang tak kalah juga tempat lahirnya bapak reformasi, Amin Rais.

Jika di Yogyakarta ada Ahmad Dahlan yang mencoba melakukan pencerahan, maka saya ingat terhadap asal usul kota asal penulis yang bernama Sumedang, yang terkenal dengan sebutan kota tahu, karena tahunya mungkin paling nikmat di indonesia,

Sumedang,  berasal dari kata “insun Medal Insun madangan”. Yang berarti “Saya dilahirkan saya menerangi”, yang dapat diartikan sebagai berikut bahwa saya dilahirkan untuk mencerahkan / untuk menerangi.  Karena kata menerangi berarti membuat orang akan jelas dalam memandang sesuatu. Jadi dalam arti yang lebih positif dapat diartikan mencerahkan. Dengan dilahirkannya kita ke dunia seolah dunia atau masyarakat sekitarnya akan mendapat  pencerahan, Dari kata insun madangan inilah kata sumedang berasal. Jadi nama kota sumedang ini sangat berideologi positif dan secara psikologis sangat oftimis idealistis. Yang dapat diterangkan lebih lanjut lagi mungkin akan berarti seperti ini, siapapun yang dilahirkan di sumedang, Maka harus bisa menjadi pencerah bagi dunia atau bagi umat manusia. Mungkin Prabu Tajimalla ingin mengungkapkan idealismenya bahwa sesungguhnya kita dilahirkan ke dunia ini untuk menerangi / untuk mencerahkan  alam, seperti yang ia ubah nama kerajaannya dari nama tembong agung menjadi menjadi  Himbar Buana, yang berarti Menerangi alam.

Kata “Insun Medal Insun Madangan” diucapkan oleh pendiri kerajaan Sumedang larang yang bernama Prabu Taji Malela. Prabu Tajimalela diangggap  sebagai pokok  berdirinya kerajaan Sumedang Larang.. Ia meneruskan kekuasaan ayahnya, Prabu Guru  Aji Putih, yang mendirikan suatu kabataraan atau kabuyutan yang menjadi cikal bakal kerajaan sumedang Larang.

Seperti telah diungkapkan dalam kesempatan terdahulu, Prabu guru aji putih adalah seorang resi trah Galuh (masih keturunan bangsawan galuh), yang dianggap sebagi perintis dari kerajaan Sumedang Larang. Ia diyakini merupakan keturunan dari Aki Balangantrang, cucu Wretikandayun (pendiri kerajaan Galuh). Is mendapat perintah dari penguasa Galuh, Prabu suryadewata untuk membangun kabuyutan di daerah sumedang sekarang.

 Ia datang ke suatu kampung yang bernama Cipaku, yang letaknya di pinggir sungai Cimanuk (sekarang  adanya di kampung Muhara, desa Leuwihideng, kecamatan Darmaraja Sumedang). Disini ia melakukan perubahan tatanan pemerintahan dan masyarakat, yang konon daerah ini sudah ada sejak abad ke-8 M. Pengaruhnya semakin kuat sehingga kekuasaanya meluas hingga sepanjang walungan (sungai) Cimanuk, hingga berdirinya kerajaan Tembong Ageung. Tembong Ageung berarti Kelihatan besar / luhur (tembong berarti kelihatan, sedang ageung berarti besar dan luhur).

     Dan setelah Prabu Aji Putih meninggal, ia kemudian digantikan oleh anaknya, Prabu Taji Malela, atau Batara Tuntang Buana atau Prabu Agung Resi Cakrabuana, Ia mengganti nama kerajaan menjadi  Himbar Buana, yang berarti Menerangi alam. Tetapi setelah ia bertapa ia mengubahnya menjadi kerajaan Sumedang Larang, meskipun ibukotanya tetap di daerah Leuwihideung Darmaraja. Prabu Tajimalela  hidup sezaman  dengan  Maharajara Sunda yang bernama  Luhur Prabawa (mp. 1340-1350 M).

Setelah melalukan pertapaan, Prabu Tajimalela berkata Insun medal insun madangan.” (artinya: Saya dilahirkan saya menerangi) dari perkataan Tajimalela inilah kemudian nama Sumedang Larang diambil. Dengan demikian kata Sumedang berasal dari kata insun madangan yang disingkat Sumedang, yang  berarti saya menerangi, dan ada juga yang menulis berasal dari kata insun medal yang mengalami perubahan pengucapan. Sedang kata Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingannya.


Sebagai kesimpulan, dari tulisan tersebut diatas, mungkin kita harus mulai instrospeksi, harus mulai merenung, jika kita merasa dilahirkan di sumedang, sesungguhnya kita sebenarnya diberi misi oleh sang pendirinya untuk menerangi / untuk mecnerahkan dunia (himbar buana). Mencerahkan atau menerangi adalah proses yang dinamis dalam menuju kebaikan, menuju perbaikan, sehingga akhirnya akan menghasilkan perbaikan perbaikan ke arah yang lebih positif atau ke arah yang lebih baik.

(By Adeng Lukmantara)