
Jika di Yogyakarta
ada Ahmad Dahlan yang mencoba melakukan pencerahan, maka saya ingat terhadap
asal usul kota asal penulis yang bernama Sumedang, yang terkenal dengan sebutan
kota tahu, karena tahunya mungkin paling nikmat di indonesia,
Sumedang, berasal dari kata “insun Medal Insun
madangan”. Yang berarti “Saya dilahirkan saya menerangi”, yang dapat diartikan
sebagai berikut bahwa saya dilahirkan untuk mencerahkan / untuk menerangi. Karena kata menerangi berarti membuat orang
akan jelas dalam memandang sesuatu. Jadi dalam arti yang lebih positif dapat
diartikan mencerahkan. Dengan dilahirkannya kita ke dunia seolah dunia atau
masyarakat sekitarnya akan mendapat
pencerahan, Dari kata insun madangan inilah kata sumedang berasal. Jadi
nama kota sumedang ini sangat berideologi positif dan secara psikologis sangat
oftimis idealistis. Yang dapat diterangkan lebih lanjut lagi mungkin akan
berarti seperti ini, siapapun yang dilahirkan di sumedang, Maka harus bisa
menjadi pencerah bagi dunia atau bagi umat manusia. Mungkin Prabu Tajimalla
ingin mengungkapkan idealismenya bahwa sesungguhnya kita dilahirkan ke dunia
ini untuk menerangi / untuk mencerahkan alam, seperti yang ia ubah nama kerajaannya
dari nama tembong agung menjadi menjadi Himbar Buana, yang berarti Menerangi
alam.
Kata “Insun Medal
Insun Madangan” diucapkan oleh pendiri kerajaan Sumedang larang yang bernama
Prabu Taji Malela. Prabu Tajimalela diangggap
sebagai
pokok berdirinya kerajaan Sumedang
Larang..
Ia meneruskan kekuasaan ayahnya, Prabu Guru
Aji Putih, yang mendirikan suatu kabataraan atau kabuyutan yang menjadi
cikal bakal kerajaan sumedang Larang.
Seperti telah
diungkapkan dalam kesempatan terdahulu, Prabu guru aji putih adalah seorang resi trah Galuh (masih keturunan bangsawan
galuh), yang dianggap sebagi perintis dari kerajaan Sumedang Larang. Ia
diyakini merupakan keturunan dari Aki Balangantrang, cucu Wretikandayun
(pendiri kerajaan Galuh). Is mendapat perintah dari
penguasa Galuh, Prabu suryadewata untuk membangun kabuyutan di daerah sumedang
sekarang.
Ia datang ke suatu kampung yang
bernama Cipaku, yang letaknya di pinggir sungai Cimanuk (sekarang adanya di kampung Muhara, desa Leuwihideng,
kecamatan Darmaraja Sumedang). Disini ia melakukan perubahan tatanan
pemerintahan dan masyarakat, yang konon daerah ini sudah ada sejak abad ke-8 M.
Pengaruhnya semakin kuat sehingga kekuasaanya meluas hingga sepanjang walungan
(sungai) Cimanuk, hingga berdirinya kerajaan Tembong Ageung. Tembong Ageung berarti Kelihatan besar / luhur
(tembong berarti kelihatan, sedang ageung berarti besar dan luhur).
Dan setelah Prabu Aji Putih meninggal, ia kemudian
digantikan oleh anaknya, Prabu Taji Malela, atau Batara Tuntang Buana atau
Prabu Agung Resi
Cakrabuana, Ia mengganti
nama kerajaan menjadi Himbar Buana, yang
berarti Menerangi alam. Tetapi setelah ia bertapa ia mengubahnya menjadi
kerajaan Sumedang Larang, meskipun ibukotanya tetap di daerah Leuwihideung
Darmaraja. Prabu Tajimalela
hidup sezaman dengan Maharajara Sunda yang bernama Luhur Prabawa (mp. 1340-1350 M).
Setelah melalukan
pertapaan, Prabu
Tajimalela berkata Insun medal insun
madangan.” (artinya: Saya dilahirkan saya menerangi) dari perkataan Tajimalela
inilah kemudian nama Sumedang Larang diambil. Dengan demikian kata Sumedang
berasal dari kata insun madangan yang disingkat Sumedang, yang berarti saya menerangi, dan ada juga yang
menulis berasal dari kata insun medal yang mengalami perubahan pengucapan.
Sedang kata Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingannya.
Sebagai
kesimpulan, dari tulisan tersebut diatas, mungkin kita harus mulai
instrospeksi, harus mulai merenung, jika kita merasa dilahirkan di sumedang,
sesungguhnya kita sebenarnya diberi misi oleh sang pendirinya untuk menerangi /
untuk mecnerahkan dunia (himbar buana). Mencerahkan atau menerangi adalah
proses yang dinamis dalam menuju kebaikan, menuju perbaikan, sehingga akhirnya
akan menghasilkan perbaikan perbaikan ke arah yang lebih positif atau ke arah
yang lebih baik.
(By Adeng Lukmantara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar