Laman

Sabtu, 14 Juni 2014

SILSILAH URANG HARIANG

Pengantar

Setelah membaca buku tentang sejarah hariang, yang berjudul “Sejarah desa Hariang, kabupaten Sumedang”, yang disusun oleh E. Sona, seorang kepala desa atau kuwu yang memerintah dari tahun 1949 hingga 1969 M, dan disusun kembali oleh Atnawi, seorang matan juru tulis dalam bahasa Sunda. Sungguh sangat terpesona, ternyata nenek moyang urang Hariang telah meninggalkan karya intelektual yang sangat berharga bagi generasi berikutnya.

Buku ini termasuk luar biasa yang disusun di suatu desa, dan mungkin termasuk jarang dilakukan oleh masyarakat kita. Karena itu buku ini sangat bermamfaat terutama telah memberikan kepada kita informasi sejarah nenek moyang di Hariang, dan juga mungkin daerah sekitarnya, karena ada hubungan sejarah, seperti: Paneresan, Surian, Cigobang, Ci Loa, Cibalandong dan lain sebagainya.

Terlepas dari berbagai kekurangan, buku ini sangat bermamfaat dalam mengkaji silsilah keturunan hariang. Dan mulai hari ini  kami akan mencoba membuat ringakasan Sejarah Desa hariang ini sedikit demi sedikit dalam bahasa indonesia,.

Buku yang disusun oleh Bpk.  E. Sona dan Bpk. Atnawi ini seharusnya orang hariang membaca buku ini, supaya rasa hormat kita terhadap karuhun atau nenek moyang kita akan begitu besar.


I. PENDAHULUAN

Sejarah hariang  dalam buku “Sejarah Desa Hariang Kabupaten Sumedang”, diawali oleh tokoh yang bernama Wangsawijaya, Mbah Guriang, dan Demang Suria Wacana

1. Wangsa Wijaya

Wangsa Wijaya menurut buku ini merupakan anak dari bupati pertama bandung, yang bernama Tumenggung Wira Angun Angun, atau dalam buku ini disebut dengan Dalem gajah Agung, yang dikatakan sebagai keturunan dari Galuh. Wangsa Wijaya ini menikah dengan Nyi Mas bayun, menurut buku silsilah Hariang merupakan putri Dalem Panembahan Sumedang, atau Rangga gempol III, penguasa Sumedang. Tetapi kalau melihat silsilah turunan bangsawan Sumedang, Nyi Mas Bayun itu merupakan putri dari Rangga Gede, bupati sumedang ke-2, yang merupakan adik dari bupati sumedang ke-3 (rangga gempol 2).
Wangsa Wijaya dan istrinya kemudian tinggal dan mendirikan kampung atau leumbur di Hariang sekarang.

Silsilah Nyi Mas Bayun 


Nyi Mas Bayun masih merupakan turunan dari Raja Raja Sumedang. Raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, yaitu Prabu  Geusan Ulun memiliki 3 orang istri, yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada. Yang kedua adalah Ratu Harisbaya, yang berasal dari Pajang Demak, dan yang ketiga adalah Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut, ia memiliki  20 orang anak.

a. Putra Geusan Ulun 

dari Istrinya Nyi Mas Cukang Gedeng Waru
  1. Pangeran rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang.
  2. Raden  Aria Wiraraja 1
  3. Kiai Kadu Rangga Gede
  4. Kiai Rangga Patra kalana di Cunduk kayu
  5. Kiai Aria Rangga Pati di Haur koneng
  6. Kiai Ngabehi Watang
  7. Nyi Mas Demang Cipaku
  8. Nyi Mas Ngabehi Martayuda di Ciawi
  9. Nyi Mas RanggaWiratama di Cibeureum
  10. Raden Rangga Nitinagara di Pagaden dan Pamanukan
  11. Nyi Mas Rangga pamade
  12. Nyi Mas Dipati Ukur di Bandung
  13. Pangeran Tumenggung Tegal Kalong
  14. Kiai Demang Cipaku di dayeuh Luhur
Putra Geusan Ulun dari Istrinya ratu Harisbaya 
  1. Raden Suriadiwangsa, II (Rangga Gempol 1)
Putra Geusan Ulun dari Istrinya Nyi Mas Pasarean.
  1. Raden Kartajiwa.
  2. Raden  Mangunrana
  3. Raden Tampangkil
  4. Nyi raden Sumalintang
  5. Nyi Raden Nustawiya
b. Putra Pangeran Rangga Gede (mp. 1620-1624), Bupati Sumedang 2
 putra Geusan Ulun  menjadi bupati sumedang II, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang mempunyai 29 anak
  1. Dalem Arya Bandayuda
  2. Dalem Jayuda
  3. Dalem Wargaita
  4. Dalem Wanngsasubaya
  5. Raden Bagus Weruh / Dalem Rangga Gempol II
  6. Dalem Lurah
  7. Raden Singamanggala
  8. Ki Wangsaparamaja
  9. Ki Wiratama
  10. Ki Wangsaparaja
  11. Ki Jasinga
  12. Ki Wangsasabadra
  13. Kiai Anggatanu
  14. Ki Martabaya
  15. \Nyi Mas Anggadasta
  16. Nyi Masa nataparana
  17. Nyi Mas Arya Pawenang
  18. Nyi Mas Martarana
  19. Nyi Mas Jagasatru
  20. Nyi Mas Wargakarti
  21. Nyi Mas Bayun
  22. Nyi Mas wangsapatra
  23. Nyi Mas Warga Komara
  24. Nyi Mas Yundakala
  25. Nyi Mas Tuan Sukadana
  26. Nyi Mas Utama
  27. Nyi Mas Kawangsa
  28. Nyi Mas Wirakarti
  29. Nyi Raden  Nalawangsa.
c. Raden Bagus Weruh / Dalem Rangga Gempol II, Bupati Sumedang

2. Mbah Guriang

Sebelum kedatangan Wangsa Wijaya dan istrinya  ke Hariang, disini sudah ada penghuninya yang bernama Mbah Guriang, yang membuat rumah di sekitar Gunung hariang sekarang. Ketika Wagsa Wijaya ke Hariang, Mbah Guriang ini sudah sepuh, tetapi masih menjalani aktifitas kehidupan biasa. Menurut buku ini, Mbah Guriang tadinya merupakan salah seorang patih dari Pajajaran yang meloloskan diri dari kehancuran Pajajaran.


3. Demang Suria Wacana

Demang Suria Wacana atau sekarang terkenal dengan nama Mbah Demang Suria wacana bertempat tinggal di hariang di sekitar yang disebut Haur Koneng sekarang, suatu daerah yang masih masuk wilayah hariang, antara hariang dan Wanajaya. Tidak diketahui asal usulnya, dan ia sendiri tidak mempunyai keturunan. Ia sangat dihormati oleh keluarga Wangsa wijaya, bahkan dianggap saudara dan sepuh (dituakan) sendiri.
Demang Suria Wacana ketika meninggal di era yang berkuasa di hariang adalah putra dari Wangsa Wijaya, yang bernama Taruna Diwangsa. Ia dimakamkan di sekitar daerah haur Koneng sekarang.



II. PERKEMBANGAN HARIANG

Wangsa Wijaya merintis hariang dari suatu daerah yang tidak dikenal, hingga membuat sarana yang menjadikan Hariang kemudian dikenal dimana-mana.

1. Membangun Jalan Lintas Hariang - Kutamaya Sumedang

Jasa yang paling besar dari Wangsa Wijaya adalah membangun jalan lintas antara Kutamaya (ibukota Sumedang) dan Hariang. Ia berinisiatif membangun jalan, meskipun setapak demi setapak, dan kadang kadang dibantu oleh rakyat kota sumedang, dan akhirnya mendapat perintah dari mertuanya, yang menjadi bupati di sumedang dalam menyelesaikan jalan lintas hariang sumedang.

Dengan adanya jalan lintas antara sumedang dan hariang maka semakin ramailah jalan lalu lintas tersebut, dan hariang mulai ramai dikunjungi. Keberadaan Mbah Guriang membawa berkah tersendiri, karena banyak tamu terutama para karuhun atau sesepuh yang sengaja menemui beliau. Diceritakan bahwa yang datang diantaranya: Buyut dipasantrenan, Dipa manggala, Singa Saraya, Buyut Aring, Buyut Kerang, Wira jenggala, Raden gadung, Raden Gadung, Buyut Malandong, Buyut Enden, Layung Kamendung dan lainnya.

Jadi keberadaan Mbah Guriang menjadi daya tarik tersendiri, karena banyak dikunjungi oleh kaum karuhun / sesepuh, maka makin banyaklah orang yang berkunjung dari berbagai daerah untuk menemui mbah Guriang. Karena itu Mbah Guriang dan Mbah SuriaWacana membangun tempat untuk menerima tamu, untuk mengobrol dan juga silaturahmi (anjang sono)  yang ditempatkan di suatu bukit kecil, yang dinamai Gunung Harendong. Nama gunung harendong ini diambil dari kata banyaknya tamu yang berkunjung, yang awalnya hanya sebentar tetapi kemudian banyak yang menginap, dalam bahasa sunda kata menginap itu adalah “ngendong”dan ketika banyak orang yang menginap menjadi kata “Ngararendong”, dari kata inilah kemudian menjadi nama Gunung Harendong.

Dari hari ke hari, dari bulan ketemu bulan, dan dari tahun ke tahun, hariang terus berkembang dan terkenal seiring dengan keberadaan ketiga orang tersebut: Mbah Guriang, Suria Wacana dan Wangsa Wijaya.


2.Pengaruh Wangsa Wijaya di Sumedang

Keberhasilan Wangsa Wijaya membangun kampung / lembur hariang, dan membuat jalan lintas Hariang – Kutamaya Sumedang, membuat Wangsa Wijaya sangat disanjung di ibukota. Hal ini ia memberi contoh supaya manusia itu motekar yang artinya banyak ide dan banyak berbuat, tidak hanya seperti katak dalam tempurung.

a. Kedatangan Ahli Kesenian, Ki Raksa Mayu

Dengan adanya jalan lintas hariang- kutamaya, yang merupakan ibikota Sumedang, maka semakin ramailah jalan tersebut, disamping sebagai jalan untuk mencari berbagai kebutuhan  masing masing, jalan menuju ke kota, dan hariang pun terkenal ke mana mana. Hingga seorang ahli seni atau waktu itu dikenal dengan ahli tatabeuhan, yang bernama Ki Raksa mayu datang ke hariang. Menurut buku ini, ia konon berasal dari Negara Demak jawa tengah. Alat kesenian yang ia bawa hanya Calung dan suling, disamping itu ia mempunyai suara yang sangat bagus. Untuk menggambarkan kehebatan ahli seni tersebut, sang penulis menulis sebagai berikut:
“...nurutkan pacariosan, upami anjeunanabeuh teh jadi babasa maung jadi ngeluk, badak ngadak ngadak deupa, manuk teu aya nu disada, hujan ngadak ngadak raat, angin oge teu ka kuping, ngawungkul sora tabeuhan bae, malah loba luhung tumpak maung, kadanca numpakan ajag, kabeh teu aya parmusuhan, wateukna sora tabeuhan, kitu nyaring panyariosan.”
Dengan adanya seniman Ki Raksa ini hariang semakin ramai, dan ki Raka kemudian menetap puluhan tahun di hariang hingga ia meninggal, dan dimakamkan di tanah kuburan Cipangbuangan.

b. Kedatangan Syeh Arab

Dengan kedatangan orang Arab yang kemudian terkenal dengan sebutan Syeh Arab, semakin komplit lah keberadaan hariang sebagai pusat keseneian / kebuadayaan dan juga keagamaan. Syeh arab inilah yang kemudian mengajarkan agama Islam di hariang.


3. Wangsa Wijaya dan Petualangannya

Setelah anaknya yang bernama Taruna Diwangsa mempunyai 2 anak, Wangsa wijaya dan juga istrinya untuk mengadakan perjalanan mencari tempat untuk dijadikan kampung baru. Setelah pamit pada anak dan cucunya, ia kemudian berangkat dan mampir di kediaman Demang Suria Wacana yang tinggal di haur Koneng, ia kemudian meninggalkan Hariang untuk membangun kampung atau leumbur baru.



III. SILSILAH (WANGSA WIJAYA & KETURUNANNYA)

1.  Generasi 1 sampai generasi 2

Dari perkawinannya dengan Nyi Mas bayun, Wangsa wijaya mempunyai anak yang bernama Taruna Diwangsa


                                        Gbr. Bagan silsilah Keturunan Hariang Generasi pertama hingga 4


a. Taruna Diwangsa

Wangsa wijaya dan istrinya, Nyi Mas Bayun  hanya mempunyai 1 anak, yang bernama Taruna Diwangsa. Sehingga dapat dikatakan bahwa keturunan hariang berasal darinya juga.

Setelah menjelang baligh, Taruna diwangsa kemudian dinikahkan oleh ayahnya di kota kutamaya Sumedang , dengan anak seorang bangsawan atau menak Citamiang kutamaya, yang masih kerabatnya juga. Disini tidak diceritakan tentang siapa nama besannya, dan juga nama dari istri Taruna Diwangsa, yang hanya dikenal dengan nama Nyi Ratu saja.
Taruna Diwangsa hanya beberapa bulan saja di kutamaya. Mereka kemudian pindah ke hariang, mengikuti ayahnya.

Taruna Diwangsa meninggal setelah tidak lama kelahiran cucunya yang terakhir,  Mbah Buyut Bungsu, anak dari Wangsa Dirana. Ia dimakamkan di “Astana Tengah”. Dan tidak lama kemudian istrinya, Nyi Ratu, menyusul meninggal, dan dimakamkan bersebelahan dengan Wangsa Dirana.



b.  Wangsa Dirana

Wangsa dirana  merupakan putra pertama dari Taruna diwangsa, kakak dari Parana Wijaya.  Meskipun anak pertama, ia termasuk telat dalam menikah. Dan menikah pada usia yang relatif tua waktu itu. Sehingga anak pertamanya lair tidak jauh berbeda dengan cucu dari Parana wijaya.  karena cucu parana Jaya hilang, maka anak pertama dari wangsa dirana diambil anak (diingu) oleh sepupunya (anak dari Parana Wijaya) yang bernama Puspanata.

Wangsadirana menikah Nyi Dewi Mekar. Nyi Dewi Mekar melahirkan anak laki-laki berbarengan dengan kedatangan Puspadinata, setelah puspadinata mencari anaknya yang hilang. Jadi waktu itu ada perasaaan haru dan juga gembira. Seolah turunan Taruna Diwangsa  mendapat anak kembali. Dimana putra dari Puspadinata yang hilang telah diganti dengan kedatangan putra dari Wangsa Dirana dan Nyi Dewi Mekar.

Untuk menghilangkan kesedihan akhirnya putra wangsa dirana itu diambil anak oleh Puspadinata dan istrinya Nyi Anom.. Setelah 3 bulan kemudian anak itu diadakan syukuran (dihajatan) yaitu  hajatan (syukuran) ngageulangan (memberi Gelang), tetapi karena acara mengayun anak sudah dilarang (cadu) maka acara itu ditiadakan. Sebenarnya para orang tuanya sudah menamai anak tersebut, tetapi anak ini kemudian terkenal dengan nama Akung. Disebut Akung karena ia berbeda dengan yang lain, yaitu mempunyai perawakan yang besar dan tinggi atau dalam bahasa sunda “Jangkung”, sehingga ia terkenal dengan nama Akung. Dan setelah sunatan Akung ini kemudian diangkat anak oleh Puspadinata.

Setelah beberapa tahun, istri Wangsa Dirana hamil dan melahirkan anak lagi, yang kedua seorang wanita. Karena ia “donto” (dalam bahasa sunda yang berarti anak yang cantik dan  seksi) dan setelah dewasa terkenal menjadi Dompo (Nyi Dompo).  Dan tidak lama kemudian, istri Wangsa Dirana melahirkan lagi seorang laki-laki, karena terakhir maka terkenal dengan nama Bungsu, karena itu oleh keturunannya dikemudian hari terkenal dengan nama Embah Buyut Bungsu.

Wangsa dirana meninggal setelah cucunya dari Buyut Akung, yang bernama Suma (buyut Suma) disunat.

c. Parana Wijaya

Karena lebih dulu menikah dari kakaknya. Dari perkawinannya dengan Nyi Raden, ia mempunyai anak yang bernama Puspanata.

d. Puspanata

Puspanata merupakan anak dari Parana Wijaya dengan Nyi Raden. Setelah dewasa Puspanata ini menikah dengan bangsawan atau menak turunan (cucunya) Daleum Leuwiseeng (Leuwiseeng sekarang kabupaten majalengka), yang dikenal dengan nama Dewi Sri Anom atau Nyi Anom. Daleum Leuwiseeng merupakan bangsawan / menak masih keturunan bangsawan sumedang,sedang istrinya merupakan menak atau bangsawan turunan Cirebon. Daleum Leuwi seeng diangkat menjadi bupati Leuwiseeng.

Yang berperan menikahkan Puspanata dengan Nyi Anom adalah Daleum Leuwiseeng, dan dinikahkan dileuwiseeng, di rumahnya. Sebab Daleum Leuwiseeng ini mengasuh cucunya (nyi Anom) sejak kecil, karena ayah dari Nyi Sri Anom telah meninggal dunia di Cirebon.
Tetapi kemudian Puspanata dan istrinya tinggal di Hariang.
Puspanata dan istrinya meninggal di Leuwiseeng (daerah Majalengka), dan dimakamkan disana.



2. Generasi ke-3

Generasi ke-3 ini menceritakan tentang turunan dari Wangsa Dirana dan Nyi Dewi Mekar. Karena turunan dari Parana wijaya hanya sampai ke Puspanata. Puspanata setelah kehilangan anaknya yang pertama tidak mempunyai anak lagi. Ia kemudian mengambil anak dari ua-nya (wangsa Dirana) yang pertama, yang bernama Akung,  jika dari silsilah keturunan masih  sepupunya.
Wangsa dirana mepunyai 3 orang anak, yang pertama bernama Akung, yang dikemudian hari terkenal dengan nama Uyut Akung. Yang kedua Nyi Dompo atau Mbah Dompo yang menikh dengan Buyut Siluman. Dan yang ketiga, yang bungsu, yang dikemudian hari terkenal dengan nama Mbah Buyut Bungsu.

Karena pergulatan dan perannya sedemikian hebat maka generasi ke-4 ini diceritakan tersendiri.


Gbr. bagan silsilah Hariang Generasi ke 4


a.  Akung (Uyut Akung)

Akung, atau dikemudian hari terkenal dengan nama Buyut Akung. Ia mempunyai perawakan yang tinggi dan besar. Tinggi dalam bahasa sunda adalah Jangkung, sehingga ia terkenal dengan nama Akung. 

Akung atau uyut Akung merupakan putra dari Wangsa Dirana dengan istrinya Nyi Dewi Mekar. Sejak kecil ia diasuh oleh Puspanata dan istrinya Nyi Dewi Sri Anom, sebagai ganti karena anaknya yang hilang. Meskipun Puspanata dengan  Akung sepupuan, tetapi karena ayahnya, Wangsa Dirana telat nikah, maka kelahirannya setelah kelahiran anak sepupunya yang hilang, maka akung kemudian diasuh oleh sepupunya. Puspanata.

Setelah dewasa ia kemudian dinikahkan dengan wanita asal bandung, tetapi nama istrinya  tidak begitu dikenal. Hal ini dikuti juga oleh adiknya yang bungsu, atau terkenal dengan Mbah Buyut Bungsu juga menikah dengan orang Bandung.

Setelah keduanya anak Wangsa Dirana menikah, Parana Wijaya meninggal, dan tidak lama kemudian istrinya juga meninggal. Dan tidak lama kemudian bapak angkatnya (saudara sepupunya). Puspanata dan istrinya meninggal di leuwiseeng.

Setelah menikah, Akung (uyut Akung) dari istrinya orang bandung mempunyai  anak yang dinamai Suma (dikemudian hari terkenal dengan nama Buyut Suma).

a.1. Kehebatan Uyut Akung

Uyut Akung sangat terkenal sekali kesaktiannya. Dialah yang bisa menaklukan jago asal Cirebon, yang bernama Elang Sura Sanga Kususmah yang terkenal dengan nama Mbah Buyut Siluman.

a.2. Buyut Siluman

Menurut cerita, Pangeran Cirebon mempunyai salah seorang putra tetapi bukan putra mahkota yang bernama Elang Sura sanga Kusumah. Karena putra selir, ia dibesarkan oleh ibunya di suatu kampung atau leumbur Sembung kota Cirebon. Dari kecil hingga dewasa ia senangnya bertapa, bak bertapa di tempat terbuka, diatas perapian (para seuneu) dan lainnya. Sehingga terkenalah ia menjadi seorang yang berilmu tinggi dan mempunyai kesaktian yang mumpuni. Sehingga dicirebon sendiri sangat sulit untuk mencari lawan tanding.

Tetapi menjelang dewasa ia terjebak pada menghisap madat di rumah orang Cin. Madat adalah suatu pekejaan yang dilarang oleh agama, dan dicerbon sendiri madat adalah barang yang angat dilarang. Kebiasaan menghisap madat dari Elang Sura sanga Kusumah ini lama kelamaan terdengar juga oleh ayahnya, Pangeran Cirebon, sehingga ia kemudian pindah dan ikut bapanya di keraton.  Tetapi kebiasaan madat yang dilakukan di rumah seorang Cina ini tetap dilakukan. Dan hal ini terdengar juga oleh sang pangeran Cirebon.

Pangeran Cirebon adalah orang terhormat. Disamping penguasa negara, karena turunan Sunan Gunung Jati, maka ia juga sangat dihormati dalam urusan agama. Karena itu bukan mainnya, justru anaknya sendiri melakukan hal yang sangat bertentangan dengan agama. Maka ia marah besar dan memanggil sang anak tersebut dan menasehatinya. Kemarahannya sudah tidak terbendung maka pangeran Cirebon tidak memanggil dengan nama anaknya Sura Sanga Kusumah, tetpai menyebutnya Siluman, dan siapa saja harus menyebutnya siluman, karena itu dikemudian hari ia terkenal dengan nama Buyut Siluman.

Karena kekesalannya sudah tidak terbendung, karena semakin dilarang malah semakin menjadi. Maka Pangran Cirebon menyuruh prajuritnya untuk memenjarakannya.  Tetapi ia sering meloloskan diri dari penjara, dan malamnya tetap melakukan madat di rumah Cina.  Karena semakin jengkel oleh kebiasaan anaknya, maka sang pangeran tersebut disuruh di bunuh saja oleh ayahnya, dan mayatnya suruh dibuang ke laut. Sudah berkali kali Siluman ini dieksekusi, tetapi konon karena kesaktiannya, ia selalu dapat meloloskan diri. Dan selalu bisa di temui setiap malamnya di rumah cina untuk menghisap madat. Sang ayah sangat kesal sekali, ia memanggil lagi sang anak, dan mengusirnya untuk pergi ke luar cirebon, dan mengumumkan siapa saja yang menerima (ngampihan) anaknya dengan alasan apapun maka akan dihukum mati.  Karena ancaman dari ayahnya, maka setiap penduduk kota cirebon takut menerima  buyut siluman ini,  dan siluman kemudian pergi ke arah barat, ia pergi dari kampung ke kampung tetapi tetap tidak mau menginap karena takut akan hukuman ayahnya terhadap penerimanya.  Ia juga melewati hutan, jurang, gunung, sehingga segala macam binatang buas ia hadapi dengan beraninya.

Karena kesaktiannya, disamping keberaniannya, dan konon tenaganya sangat kuat sekali, bahkan ia mencabut pohon juga seperti enteng sekali. Karena ia sudah menyadari kelakuannya yang tidak baik, maka ia dengan sabar dan terus berjalan ke arah barat ke luar wilayah cirebon.

Suatu hari ia sampai ke suatu sungai (walungan)  yang lumayan besar, yang disisi (kikisik) sungai itu banyak sekali burung (manuk) yang hinggap.  Sedang sebelah baratnya kelihatannya banyak pohon aren (kawung). Disana ia melihat 2 orang yang sedang menyadap pohon aren tersebut. Alangkah kagetnya kedua orang tersebut, karena yang mendekatinya seorang kakek kakek (aki aki). Karena perjalanan yang begitu jauh buyut siluman ini sudah kelihatan seperti kakek kakek.  Sang kakek (buyut siluman) kemudian oleh kedua orang tersebut diajak ke kampungnya. Dan kali ini buyut siluman mau menerima tawarannya, karena sudah bukan wilayah cirebon lagi. Dan ketika ditanya namanya buyut siluman menjawab, cukup dengan nama “aki” saja. Karena mata pencahariannya sebagai pembuat gula aren (gula kawung) maka kampung itu kemudian dikenal dengan nama kampung (leumbur) Paneresan.

Buyut Siluman kaget sekali melihat rumah dikampung paneresan ini, kampung ini hanya ada 5 rumah  panggung yang tinggi sekali. Tiang tiangnya terbuat dari bambu yang besar dan tinggi . Dan kampung itu dikelilingi oleh paggar yang tinggi yang dianyam sangat rapat (di jala jala). Karena itu Buyut siluman menanyakan kepada kedua penduduk itu. Menurut mereka kampungnya itu berada di hutan lebat (leuweung Geuleudeugan) dan banyak harimau (maung lodaya) yang  menghuni hutan tersebut. Menurutnya apalagi kalau dimalam hari, bicara juga dilarang, anak-anakpun kalau nangis berusaha dibeuekeum. Karena kalau ada yang ngomong atau ada anak yang nangis maka hariamau itu akan pada datang. Bahkan ada hariamau yang mencoba naik pagar, sehingga masyarakat kampung itu melakukan perlawanan.   Jadi, hanya sianglah di sekitar kampung itu dianggap aman, sedang di malam hari, biasanya amat mencekam. Jadi meskipun di sore harinya menanak gula dibawah panggung, apinya dibiarkan menyala dan mati sendiri, karena konon apabila melihat api maka hariamau itu akan berdatangan mengelilingi pagar. Bahkan taraje (tangga) untuk menuju rumahpun di angkat supaya tidak dinaiki hariamau. Karena semua tiang rumah dan pagar berasal dari bambu, maka hariamau kesulitan untuk menaikinya. Karena itu harimau hanya bisa mengaum sambil melihat ke atas (tanggah).

Buyut siluman hampir setahun tinggal disana. Kalau pekerjaan sehari harinya di siang hari yaitu mencari kayu bakar (ngala suluh). Kalau di malam hari  ia hanya beberpa hari saja tidur diatas, dan untuk selanjutnya tidur dibawah panggung. Ia tidak mau tidur diatas,  dan memintanya tidur dibawah panggung sambil menunggui perapian (ngasur ngasur seuneu). Yang dipakai alas adalah kulit banteng, yang biasa dipakai juga oleh pemilik rumah tersebut.
Pada malam pertama ia tidur dibawah, buyut siluman melihat beberapa hariimau mengelilingi pagar, sehingga pemilik rumah memintanya untuk cepat-cepat naik ke atas, dan cepat-cepat tanggga (taraje) diturunkan supaya buyut siluman naik ke atas. Tetapi buyut siluman menolaknya, dan menyuruh agar taraje tersebut dinaikan lagi.” Biar aki yang membuat kapok (ngawarah) harimau-harimau tersebut.”. Karena itu buyut siiluman kemudian ngaharriring (menyanyikan lagu), sehingga harimau harimau tresebut berusaha naik ke atas  pagar mendengar nyanyian buyut siluman tersebut.

Makanya orang kampung pada melihatdiatas  panggungnya, melihat apa yang akan dilakukan oleh si aki tersebut, Karena kalau dilarang sudah berkali-kali dilarang supaya naik ke panggung, tapi tetap saja menolak.Buyut Siluman semakin keras menyanyikan lagunya, sehingga ada beberapa harimau yang loncat masuk pagar. Maka dengan cepat buyut siluman itumembungkus badannya  dengan kulit banteng tersebut, sehingga sang harimaupun menerkamnya. Dan stelah diterkam, lalu sang hriamau membawanya keluar pagar, yang diboyong oleh 2 harimau.

Setelah membawanya keluar, maka buyut siluman keluar dari gulungan kulit banteng tersebut, maka harimau-harimau itupun menerkam sang kakek. Dan terdengar oleh buyut siluman bunyi seolah tulang belulang retak dipingganya, maka iapun sangat marah, harimaupun dipukulnya, ditendang, dibanting, dibabetken. Sehingga kepala haimau ada yang hancur. Dan puluhan harimaupun dengan mudahnya dapat dikalahkan.Dan buyut siluman pun baru menyadari bahwa yang bunyi seolah tulang yang remuk itu adalah padudan (alat penghisap rokok). Setelah semua harima mati semua, maka buyut siluman pun menghamparkan kulit bantengnya dan tidur dengan pulasnya.

Maka orang skampungpun ribut dipagi hari, mereka menyangkanya buyut siluman telah dimakan oleh harimau. Tetapi ketika melihat harimau pada mati, dan ada orang yang tidur di luar maka sangat gembiralah  penduduk kampung tersebut. Buyut siluman pun bangun dan menyuruh penduduk untuk menguburkan harimau-harimau tersebut. Karena kesaktiannya ini kemudian buyut siluman sangat dihormati dikampung ini dan dijadikan sesepuh.
Dan setelah hampir setahun disana, ia kemudian pamitan untuk meninggalkan kampung tersebut. Meskipun berat hati orang kampung akhirnya mengijinkan kepergiannya. Buyut siluman oleh orang kampung dibawakan 50 gula paros untuk bekal di perjalanan.  Makka berangkatlah Buuyut siluman menyisiri jalan setapak, jalan yang biasa dipakai untuk perdagangan gula. Diperjalanan, ia dihadang oleh 3 orang begal, yang mencoba menghadangnya dan merebut gula yang dibawa oleh Buyut siluman. Tetapi Buyut Siluman hanya lewat sambil menyinggungnya, dan ia mempercepat jalannya. Ketiga orang tersebut kemudian mengejar dan berusaha merebut gula tersebut dengan mencoba denganberbagai cara, maka golokpun diayunkan untuk memotong tali gula, tetapi semua itu sia-sia,karena golokpun seuanya tidak mempan bahkan rarompang. Dan akhirnya ketiga orang tersebut berhenti dan mulai ketakutan , karena jika berbalik maka ketiga orag tersebut mungkin akan celaka.

Buyut siluman meneruskan perjalanannya ke arah barat, gula yang ia bawa dibagikan kepada siapa saja orangyang bertemu dengannya, hingga habis. Dan ia terus berjalan hingga pada suatu hari  menemukan 1 rumah (saung), dan ternyata ada peghuninya seorang laki-laki. Dan Buyut Siluman ini memberi slam dan memintanya untuk ikut berteduh di rumahnya. Sang pemilik rumah sngat bahagia sekali kedatangan buyut siluman tersebut, karena ada yang menemani untuk mengobrol. Orang yang ia temui itu bernama Sanggara, keturunan dari pajajaran, yang sengaja ingin, membuat kampung (ngabebetah  dan rek nyieun lembur). Nama leumbur atau kampung tresbut dikemudian hari dikenal dengan nama Surian. Dan buyut siluman nerangkeun bahwa manehna teh ngaran ki Siluman, asal dari Paneresan, Leuweung (hutan) Siluman, sambil menerangkan hingga umurnya demikian ia tidak pernah melihat warna darah sendiri, mungkin karena tidak ada lawan yang sebanding dengannya. Jadi ia mengembara itu sambil mencari lawan yang sebanding untuk mencari lawan tandingnya. Ia ingin sekali melihat darahnya sendiri.

Ki Sanggara sangat memahami buyut siluman, yang belum terkalahkan. Karena itu ia bersepakat untuk mencoba kesaktian buyut siluman. Dan akhirnya keduanya bertarung, saling lempar saling pukul saling tendang, konon dari pagi hingga sore, dan akhirnya Ki sanggara menyerah. Dan akhirnya ia kembali ke rumah ki sangggara sambil guyon dan juga saling memaafkan, hingga akhirnya seperti saudara yang lama tidak berjumpa.

Buyut siluman tinggal di surian tidak diceritakan berapa lamanya, tetapi kemudian ia pamit untuk terus berjalan ke arah barat. Meskipun agak berat meninggalkan kawan barunya di Surian, Buyut siluman akhirnya pergi juga ke arah barat, hingga ketika akan melintas sungai, sungainya sedang banjir. Sehingga Buyut Siluman harus menunggu hingga air itu surut.  Disana juga ada orang yang jangkung dan juga berbadn besar sedang menunggu juga untuk melintas. Setelah bertemu, orang tersebut berbicaranya tidak pernah ada adab soan santun, seolah ada permusuhan. Mereka tidak sempat saling bersapa siapa nama masing-masing, keburu darah mulai mengair ke epala, satu sama lain sudah mulai kepancing emosiinya. Karena itu Buyut Siluman berbicara bahwa dirinya sedang mencari awan sebanding, ia ingin melihat warna darahnya sendiri, karena itu ia mngembara ke barat untuk mencari awan tersebut. Maka ketawala orang besar dan tinggi tersebut, dan ia menghina buyut siluman, menurut orang itu masa orang sekecil itu bahkan suah kakek-kakekyangdisebutnya sebagai aki aki moyongkod, mau mengalahkan dia. Karena terburu nafsu, maka terjadilah perkelahian antara kedduanya, saling lempar, saling banting, saling tendang dan salingpukul. Dan orang itu mulaiheran ketika kakek-kake itu dipukul, dibanting, di tendang, tetapi tidak apa-apa, hngga akhirnya ia lelah sendiri. Karena merasa kalah, dan untuk menjaga gengsinya, ia kemudian berkata kepda buyut siluman agar ia menunggu, sebab ia akan mengambil gobang warisan nenek moyangnya. Maka buyut siluman pun menunggunya, dan orang itu kembali ke tempat tadi sambil membawa gobang (sejenis golok yang besar dan panjang.

Sambil membawa gobang, orang itu berkata,: “ Saya memang kalah dalam tenaga, tetapi saya tidak akan kalah dengan senjata ini. Karena itu saya akan menanyak siapa nama kamu, karena kalau ada yang menanyakan ahli warisnya, maka akan dismapaikan.”. Maka diterangkannya bahwa namanya Siluman

 b. Nyi Dompo (atau Buyut Dompo)

Nyi Dompo atau Buyut Dompo merupakan anak kedua. Ia kemudian menikah dengan Buyut Siluman, dan dia tidak mempunyai keturunan. Dan ia akhirnya ngasuh (ngingu) anak adiknya Mbah Bungsu yang bernama Nur Ijan, atau terkenal dengan nama Uyut Oler.

Diceritakan bahwa Nyi Dompo sebelum kedatangan Buyut Siluman tidak mempunyai suami, waktu itu masih serumah dengan kakaknya, buyut Akung. Setelah kedatangan Buyut siluman, akhirnya ia menikah dengannya.

Nyi Dompo ataubuyut dompo dan suaminya, Buyut Siluman terkenal sebagaia suami istri yang sakti., disamping harmoni, meskipun tidak dikarunia anak. 

Tentang kesaktian Nyi Dompo, diceritakan ketika diadakan sayembara oleh pamarentah sumedang wilayah timur 


c.  Mbah Buyut Bungsu

Mbah Buyut Bungsu adalah anak bungsu dari Wangsa Dirana. Karena bungsu sehingga ia sering disebut bungsu, sehingga namanya sebenarnya tidak begitu dikenal dan sekarang dikenal dengan mbahh buyut bungsu.




3. Generasi ke-4

Generasi ke-4 dari sejarah hariang, menceritakan tentang keturunan dari Uyut Akung dan juga keurunan dari Buyut Bungsu. Uyut Akung mempunyai seorang anak yang bernama Suma,. Sedang buyut Bungsu juga mempunyai satu anak yang bernama Nur Ijan, atau yang dikemudian hari terkenal dengan nama Uyut Oler.



Jadi generasi ke-4 dari wangsa wijaya hanya ada 2 nama, yaitu Soma atau Buyut Soma dan Nur Ijan atau terkenal dengan nama Uyut Oler.


c.1. Uyut Soma

Uyut Soma merupakan putra satu-satunya dari Uyut Akung., Uyut Suma inilah kemudian menggantikan ayahnya, sebagai sesepuh Hariang. Uyut Soma ini mempunyai seorang anak yang bernama Mukram 


c.2. Uyut Oler


Nur Ijan atau terkenal dengan nama Uyut Oler adalah seorang yang gagah sakti.  Ia terkenal dimana-mana di wilayah Sumedang, karena dialah yang bisa mengalahkan dan  menangkap Ki Asijem yang terkenal kesaktianmya, yang membuat onar di wilayah Sumedang.

Uyut Ole merupakan putra dari Buyut Bungsu, tetapi kemudian dipelihara (diingu) oleh ua-nya, Nyi. Buyut Dompo dan Mbah Buyut Siluman. Ia didik dari kedua orang sakti tersebut, sehingga ia juga kemudian mewarisi kesaktiannya. Ketika Uyut Oler sudah terkenal kemana-mana, mbah buyut siluman dan nyi dompo masih ada.

Uyut Oler menikah dengan orang banten, dan ia mempunyai 7 orang anak, yaitu: Muhyan Al Entay, Acep, Askin, Nyi Uci, Nyi Iyar, Nyi Keno dan Enteum.


4. Generasi ke-5

Generasi ke-5 dari silsilah Hariang menceritakan tentang turunan dari Uyut Soma yang bernama Mukram dan juga putra dari uyut Oler (ada 7 orang)  yaitu: Muhyan Al Entay, Acep, Askin, Nyi Uci, Nyi Iyar, Nyi Keno dan Enteum.



,a.  Turunan Uyut Suma
 Uyut Soma hanya mempunyai 1 orang putra yang bernama Mukram, atau dikemudian hari terkenal dengan nama Uyut Mukram. 

a.1. Uyut Mukram
Uyut Mukram ini kemudian menjadi sesepuh leumbur hariang. Istrinya tidak begitu diketahui asal muasal dan juga namanya. Dan dari Uyut Mukram inilah keturunan Hariang mulai banyak, karena ia mempunyai anak 6 orang.

Uyut Mukram mempunyai 6 orang anak, yaitu: Antol,  Nyi. Arsia, Mudaran, Nyi Antin, Nyi Enes dan Encum


b. Turunan Uyut Oler
Setelah menikah dengan orang banten, uyut oler mempunyai anak 7 orang, yaitu Muhyan al Entay, Acep, Askin, Nyi Uci, Ny. Iyar, Nyi Keno, Enteum.

b.1. Muhyan al Entay,

Setelah ia mempunyai istri, ia mendapat perintah dari Negeri Sumedang untuk menjaga perbatasan (tapeul wates) Sumedang sebelah utara (kaler) bersama para jagoan di daerah lain, untuk menjaga serangan dari apa yang dinamakan kelompok Bantar jati, yang mau membuat keributan di Sumedang.  Kelompok ini bergerak dariutara ke daerah tomo, dan bergerak menuju ke barat menuju ke kota sumedang.

Konon waktu itu keadaan di leumbur- Leumbur (di kamung- kampung)  wilayah negeri Sumedang banyak membicarakan (geunjleung), bahwa wilayah Sumedang akan di serang oleh kelompok Bantar Jati. Banyak kampung sebelah timur (wetan) yang d rusak oleh kelompok ini. Menurut cerita yang berkembang waktu itu, kelompok Bantar Jati ini akan menumpas belanda yang ada di kota Sumedang.

Ketua kelompok Bantar Jati ini dirahasiakan oleh anggotanya, sehingga tidak diketahui siapa ketuanya. karena kelompok ini sudah banyak pengikut, sehingga meskipun mungkin tujuannya mulia, tetapi karena kurang koordinasi, malah dianggap membuat keonaran di berbagai kampung.

Di Sumedang waktu itu yang menjadi bupati sumedang adalah  Pangeran Kusumah Dinata VII atau yang terkenal dengan Pangeran Kornel. Pangeran Kornel ini berkuasa di negeri Sumedag dari tahun 1791 hingga 1828 M. Karena wilayah Sumedang akan diserang, dan kelompok ini sudah hampir menguasai sekeliling wilayah Sumedang. Pangeran Kornel kemudian menyerang kelompok Bantar Jati ini, Kompeni Belanda yang mengikutinya melarikan diri (kocar kacir). Pangeran Kornel bergerak terus menyerang kelompok Bantar Jati ini, sehingga kelompok ini terdesak (bubar katawuran), semuanya mundur, hingga lembah Gunung tampomas sebeah timur (wetan). Pangeran Kornel dan pasukannya terus memburu kelompok ini, sehingga banyak dari mereka yang meninggal. Kelompok Bantar Jati ini terus diburu hingga wilayah Conggeang, melintasi sungai (walungan) cipanas, hingga perbatasan Sumedang. Karena sudah dianggap tidak ada perlawanan lagi maka Pangeran Kornel kemudian kembali ke Sumedang. 

Diceritakan ketikaa Uyut  Muhyan al Entay ketika berjaga di perbatasan sumedang, disuatu hutan yang banyak pohon Jambe. Dan Ketika Kelompok bantar Jati diserang oleh Pangeran Kornel, banyak yang melarikan diri,  diantaranya ada sekelompok yang memutar  ke sebelah barat Sanca, yang maksudnya akan menyerang lagi Sumedang, hingga bertemu di perbatasan yang dijaaga oleh Al Entay, maka terjadilah pertempuran yang sengit, dan akhirnya kelompok Bantar jati ini terdesak hingga sungai Cipunagara. Banyak dari mereka yang tidak bisa berenang, sehingga mereka juga tetap mengadakan perlawanan. pertempuran ini terjadi 3 hari, dan setelah itu mulai aman. dan kelompok Bantar Jat yang tersisa melarikan diri pontang panting (sakaparan-paran). Banyak diantara rekan-rekan Uyut Al Entay ini juga yang gugur, dan dimakamkan di sekitar  daerah itu.  Dan tempat pertempuran itu kemudian dikeal dengan nama "Pangamukan".

Dan setelah selesai Al Entay  dan rekan rekan seperjuangannya kembali ke kampungnya masing-masing. dan ia sendiri kemudian kembali ke hariang dalam keadaan selamat.

Muhyan al entay mempunyai 5 orang anak: Nyi Sedah, Enas, Enot, Untan, Unang.

b.2. Acep, 
Acep merupakan anak kedua dari Uyut Oler, ia mempunyai anak 5 orang, yaitu: Apat, Encong, Empeng, Ipang dan Arip

b.3. Askin, 
Askin merupakan anak ke3 dari Uyut Oler. Ia mempunyai anak 9 orang, yaitu: Nyi Etet, Aspin, Suyimah, Nyi Jimah, Nyi Kamtiah, nyi Ades, Nyi Rasih, Nyi elis, Nyi tewok

b.4. Nyi Uci, 
Nyi Uci merupakan anak Uyut Oler yang ke-4. Ia mempuyai 4 orang putra, yaitu: Iyong, Nyi Omoh, Miun, Isad.

b.5. Ny. Iyar, 
Nyi Iyar merupakan putra yang ke-5 dari Uyut Oler.  Ia mempunyai 4 orang anak, yaitu: Nyi Isol, Nyi Idoh, Enyib dan Alsamah

b.6.  Nyi Keno, 
Nyi Keno merupakan anak ke-6 dari Uyut Oler. Ia menikah dengan Uyut Mudaram (sudah disebutkan diatas (lihat uyut Mudaram).

b.7. Nyi Enceum.
Nyi Enceum merupakan anak ke7 dari Uyut Oler. Ia menikah dengan Enceum putra dari Uyut Soma yang sudah diceritakan diatas (lihat Enceum)



5. Generasi ke-6

Generasi ke-6 dari silsilah Hariang menceritakan tentang turunan dari Uyut Mukran, yang merupakan turunan uyut soma dan juga turunan  dari uyut Oler yang 7 orang  yaitu: Muhyan Al Entay, Acep, Askin, Nyi Uci, Nyi Iyar, Nyi Keno dan Enteum.

a. Turunan Uyut Mukran
Uyut Mukram mempunyai 6 orang anak, yaitu: Antol,  Nyi. Arsia, Mudaran, Nyi Antin, Nyi Enes dan Encum

a.1. Antol,  
Ia mempunyai anak 1, yang bernama Irma

a.2. Nyi. Arsia, 
Ia mempunyai 4 orang anak, yaitu: nyi Juminah, Sarpijah, Aswi, Artipan, 

a.3. Mudaran, 

a.4. Nyi Antim
Ia menikah dengn Antim dan mempunyai 7 orang anak, yaitu: , Udin, Musayib, Idrus, Enos, Nyi Encah, Teot, Rasta

a.5. Nyi Enes 

a.6.  Encum

b. Turunan  Muhyan Al Entay
Muhyan al entay  merupakan anak sulung dari Uyut Oler. Ia mempunyai 5 orang anak: Nyi Sedah, Enas, Enot, Untan, Unang.

b.1. Nyi Sedah
Nyi Sedah  merupakan anak sulung dari Muhyan al Entay. Ia mempunyai anak 7 orang, yaitu: Nyi Alsonah, Saripan,  (empong), Nyi Suti, Latip, Ahwan (Ewel), Inen dan Bumlet.

b.2. Enas, 
Enas merupakan anak kedua dari Muhyan Al Entay. Ia mempunyai 6 orang, yaitu: Nyi Rusiah, Nyi Unil, Nyi Meoh, Ki Asta, Emed, Nyi Itit

b.3. Enot, 
Enot merupakan anak ketiga dari Muhyan Al entay. Ia mempunyai 3 orang anak, yaitu: Bion, Nyi salti, Lani

b.4. Nyi Untan, 
Nyi Untan merupakan anak ke-4 dari Muhyan Al entay.  ia mempunyai anak hanya 1 orang yang bernama Iswan

b.5 Unang.
Unang merupakan anak ke-5 dari Muhyan Al entay. Ia tidak mempunyai anak.



c. Turunan Acep, 

Acep merupakan anak dari Uyut Oler. Ia  mempunyai anak 5 orang, yaitu: Apat, Encong, Empeng, Ipang dan Arip

c.1. Apat, 
Apat merupakan putra tertua uyut Acep, ia anak 4 orang, yatu: Sartiah, Alhawi, Alhayib dan Nyi Ruwi

c.2.  Encong, 
Encong merupakan anak dari Acep, ia mempunyai  anak hanya 1 orang yaitu Nyi Saptirah.

c.3. Empeng, 
Empeng merupakan anak Acep. I mempunyai 2, yaitu Sadam dan Nyi Ayem

c.4. Ipang 
Ipang merupakan anak dari Uyut Acep. Ia mempunyai anak 1 orang yang bernama narip

c.5. Arip
Arip merupakan anak dari uyut Acep. ia memunyai anak 1 orang yang bernama Kalsian



d. Turunan  Askin, 

Askin merupakan anak ke3 dari Uyut Oler. Ia mempunyai anak 9 orang, yaitu: Nyi Etet, Aspin, Suyimah, Nyi Jimah, Nyi Kamtiah, nyi Ades, Nyi Rasih, Nyi elis, Nyi tewok

d.1.  Nyi Etet, 
Nyi Etet merupakan anak pertama uyut Askin. Ia menikah dengan  Sarwian dan mempunyai anak 2, yaitu: Muholim dan Nyi Iyot.

d.2. Aspin, 
Aspin merupakan anak kedua dari Uyut Askin. ia hanya mempunyai anak 1 yaitu Sapdi.

d.3. Suyimah, 
Suyimah merupakan anak dari Uyut Askin, ia mempunyai anak 1 yang bernama: Ispan

d.4. Nyi Jimah, 
Nyi jimah merupakan anak daro Uyut Askin. Ia tidak mempunyai anak.

d.5. Nyi Kamtiah, / Nyi Kastiyah
Nyi Kamtiah merupakan anak dari Uyut Askin. Ia mempunyai anak 1 yang bernama Sarwan.

d.6. nyi Ades, 
Nyi ades merupakan anak dari Uyut Askin. Ia tidak mempunyai anak.

d.7 Nyi Rasih, 
Nyi rasih merupakan anak dari Uyut Askin. ia mempunyai anak 1 yang bernama Warta.

e.4.h. Nyi elis, 
Nyi Elis merupakan putri uyut Akin. ia tidak mempunyai anak



e. Turunan Nyi Uci, 

Nyi Uci merupakan anak Uyut Oler yang ke-4. Ia mempuyai 4 orang putra, yaitu: Iyong, Nyi Omoh, Miun, Isad.

e.1. Iyong, 
Iyong merupakan anak dari Nyi Uci, ia merantau ke Betawi (jakarta) dan menikah disana dan punya putra disana. Tidak diketahui turunannya.

e.2. Nyi Omoh, 
Nyi Omoh merupakan anak dari nyi Uci. Ia tidak mempunyai anak

e.3. Miun,
Miun  merupakan anak dari Nyi uci. Ia mempunyai anak 5, yaitu: Rumsiyah, Sultian, Astra Praja, Astijoh dan Jalhawi.

e.4  Isad.
Isad merupakan anak dari Nyi Uci. Ia menikah dengan orang Conggeang. Ia mempunyai 2 anak, yaitu Asan dan salti




f. Turunan Ny. Iyar, 
Nyi Iyar merupakan putra yang ke-5 dari Uyut Oler.  Ia mempunyai 4 orang anak, yaitu: Nyi Isol, Nyi Idoh, Enyib dan Alsamah

f.1. Nyi Isol, 
Nyi Isol merupakan putra dari Nyi Iyar. Ia tidak mempunyai anak.

f.2. Nyi Idoh, 
Nyi Idoh merupakan putra dari Ny Iyar. ia tidak mempunyai anak.

f.3. Enyib 
Ensib merupakan putra dari Nyi Iyar, ia mempunyai 3 anak, yaitu: Nyi Iyut, Nyi Ramsi, nyi Ahmah

 f.4. Alsamah



6. Generasi ke-7

a. Turunan  Antol,  
Ia mempunyai anak 1, yang bernama Irma

a.1. Irma
Ia mempunyai 2 anak yang bernama Salwian dan Teki.


b. Turunan Nyi. Arsia, 
Ia mempunyai 4 orang anak, yaitu: nyi Juminah, Sarpijah, Aswi, Artipan, 


c. Turunan Mudaran, 


d. Turunan Nyi Antim
Ia menikah dengn Antim dan mempunyai 7 orang anak, yaitu: , Udin, Musayib, Idrus, Enos, Nyi Encah, Teot, Rasta


e. Turunan  Nyi Enes 


f. Turunan Encum



g. Turunan Nyi Sedah
Nyi Sedah  merupakan anak sulung dari Muhyan al Entay. Ia mempunyai anak 7 orang, yaitu: Nyi Alsonah, Saripan,  (empong), Nyi Suti, Latip, Ahwan (Ewel), Inen dan Bumlet.

g.1. Nyi Alsonah, 
Nyi Alsonah merupakan putra dari Nyi Sedah. Ia mempunyai anak yag bernama Juwisah Al Icoh.

g.2. Saripan,  (empong), 
saripan Al empang merupakan anak dari Nyi Sedah. Ia menikah dengan Ma Tijoh, dan mempunyai 6 orang anak, yaitu Nyi Nonoh, Nyi Arni, Ny Karti,  Sulbawi, Nyi Aminah, Nyi fatimah

g.3. Nyi Suti, 
Ia mempunyai 4 orang anak, yang bernama Nyi Memeh, Sayim, Mimi dan Nyi Munasih.

g.4. Latip, 
Ia menikah dengan Nyi Namsi, mempunyai anak 7, yaitu: Nyi Uyi, Murtawi, Nyi Unah, Dikarta, Nyi ojoh, Aminta, Iwing

g.5. Ahwan Al Ewel, 
Ia merupakan putra ke-5 Nyi Sedah. ia mempunyai 3 orang anak, yaitu: Nalsa, Idi, Artian.

g.6. Inen 


g.7. Bumlet.





Asan
Asan merupakan anak dari Isad. Ia menikah dengan Nyi Ioh, dan mempunyai anak  2 orang yang bernama E. Sona dan Umnasih


7. Generasi ke-8

a. Turunan Irma
Ia mempunyai 2 anak yang bernama Salwian dan Teki.

a.1. Salwian
Salwian menikah dengan nini Salmiah (Meok) dan mempunyai 5 anak, yang pertama Nyi Suyi, Rusni, Artawi, Kalsawi dan Ulsip

a.2. Teki
Ia mempunyai 4 orang anak, yaitu: Nyi Ruspi, Astayib, Kadi, Artayim


Turunan Nyi Alsonah, 
Nyi Alsonah merupakan putra dari Nyi Sedah. Ia mempunyai anak yag bernama Juwisah Al Icoh.

Juwisah Al Icoh.
Al Icoh merupakan anak dari Nyi Al Sonah. Ia menikah dengan Emid (Asmuni), dan mempunyai anak 5 orang: Apoh, Nyi Rupi, Ucih, Nyi Acah dan Abi



Turunan Saripan,  (empong), 
saripan Al empang merupakan anak dari Nyi Sedah. Ia menikah dengan Ma Tijoh, dan mempunyai 6 orang anak, yaitu Nyi Nonoh, Nyi Arni, Ny Karti,  Sulbawi, Nyi Aminah, Nyi fatimah

Nyi Nonoh
Anak pertamanya bernama Nyi Riah

Nyi Arni, 
Ia menikah dengan Altijah. Anak pertamanya bernama Pio / Nyi Sarsih

Ny Karti,  
Ia menikah dengan Harjo, anak pertamanya  Atang Dana Miharja

Sulbawi, 
Ia menikah dengan Nyi Icih / Nyi Jojoh. Putra pertamanya  Uyo / Ardawi.

Nyi Aminah, 
Ia menikah dengan Kahdia. Anak pertamanya bernama Nyi Sukaenah

Nyi fatimah
Ia menikah dengan Abdul/ Aris /Dai, M Muhtar.




Turunan Nyi Suti, 
Ia mempunyai 4 orang anak, yang bernama Nyi Memeh, Sayim, Mimi dan Nyi Munasih.

Nyi Memeh, 
Ia menikah dengan Juhi,  putra pertamanya  Nyi Eti / Nyi Tewi

Sayim
Ia menikah dengan Nyi Siti. ia tidak mempunyai anak.

Mimi  
Ia menikah dengan Warta putra Nyi Rumsih

Nyi Munasih.
Ia menikah dengan Sartipan putranya Nyi Kursih.


Turunan Latip 
Ia merupakan anak Nyi Sedah,. Ia menikah dengan Nyi Namsi, dan mempunyai anak 7, yaitu: Nyi Uyi, Murtawi, Nyi Unah, Dikarta, Nyi ojoh, Aminta, Iwing


Nyi Uyi, 
Ia menikah dengan Mulyani / Endi putra pertamany Murtasan an Nyi Roe.

Murtawi, 
Ia menikah dengan orang Pari

Nyi Unah, 
Ia menikah dengan Rasid putra pertamanya Uja/ Usen.

Dikarta, 
Ia menikah dengan Ny Kasti anak pertamanya Nyi Ayun/ Rosam

Nyi ojoh, 
Ia menikah dengan Ujin putra pertamanya Y Sutarja

Aminta, 
Ia menikah dengan orang Pari

Iwing
Ia menikah dengan Nyi Jumsih putra pertamanya Nyi Ane.


Turunan Ahwan Al Ewel, 
Ia merupakan putra ke-5 Nyi Sedah. ia mempunyai 3 orang anak, yaitu: Nalsa, Idi, Artian.

Nalsa, 
, ia menikah dengan putrinya Nyi Uneh.

Idi, 
Ia menikah dengan 

Artian.


8. Generasi ke-9

a. Turunan Salwian
Salwian menikah dengan nini Salmiah (Meok) dan mempunyai 5 anak, yang pertama Nyi Suyi, Rusni, Artawi, Kalsawi dan Ulsip


a.1. Nyi Suyi, 
Ia menikah dengan Jamsani

a.2. Rusni, 
Ia menikah dengan Supian Al Keweng. Ia mempunyai anak pertamanya bernama Salma

a.3. Artawi, 
Ia menikah dengan Nyi Urti.  anak pertamanya Usen,

a.4. Kalsawi 
Ia menikah dengan Nyi Salnah putra petamanya Nyi Anesih

a.5. Ulsip
Ia menikah dengan Nyi Nyi Suminah al Minol putra pertamanya Nyi Sukaesih.


b. Turunan Teki
Uyut Teki mempunyai 4 orang anak, yaitu: Nyi Ruspi, Astayib, Kadi, Artayim

b.1. Nyi Ruspi, 
Ia menikah dengan Kaltawi al Keong putra pertamanya Kasta

b.2. Astayib, 
Ia menikah dengan Nyi Sainten putra pertamanya Sandani.

b.3. Kaldi, 
Ia menikah dengan Nyi kartisah putra pertamanya Aca

b.4 Artayim
Ia menikah dengan Nyi Saptinah, putra pertamanya Nyi Emun



9. Turunan Sapdi - Marhasib


Buyut Sapdi mempunyai 4 orang anak, yaitu: Marhasib, Bion, Ujin, dan Uspin. 

By Adeng Lukmantara
Sumber: Sejarah Desa Hariang karya: E. Sona dan Atnawi