Laman

Selasa, 03 Juni 2014

ANTARA NAMA “HARIANG” DAN “HARIANG BANGA”

 “Hariang Banga” adalah Nama Raja Sunda urutan ke-4 dalam tahta raja-raja Kemaharajaan Sunda. Ia bergelar Prabu Kertabuana Yasawiguna Hajimulya yang  berkuasa di tanah Snda selama 27 tahun, dari tahun 739 hingga 766 M. Ia  sezaman dengan Sang Manarah, atau terkenal dengan nama “Ciung Wanara” yang berkuasa di kerajaan  Galuh. Ia beistrikan Dewi Kancana sari, keturunan dari Resi  Demunawan dari Saunggalah. Darinya, ia mempunyai anak yang bernama Rakeyan Medang, yang kemudian hari menggantikan kekuasaannya ketika ia meninggal.

Hariang Banga atau pada awal kelahirannya bernama Kamarasa, merupakan putra dari Prabu Temperan Barmawijaya dengan Dewi Pangreyep. Temperan menjadi raja Sunda dan Galuh  pada tahun 732 M, setelah ayahnya,  Sanjaya menjadi raja Kalingga Mataram di sekitar Jawa tengah sekarang.  Temperan  berkuasa selama 7 tahun,  dari tahun 732-739 M, yang meninggal karena pengambil alihan kekuasaan  (atau istilah sekarng kudeta) yang dilakukan oleh Ciung Wanara atau Sang Manarah pada tahun 732 M..

Ciung Wanara & Hariang Banga

Hariang Banga  dalam cerita-cerita selalu dikaitkan dengan Ciung Wanara. Ciung Wanara sendiri bernama Prabu Surotama, dengan gelar Prabu Jaya Perkosa Mandaleswara Salakabuwana, atau disebut juga Sang Manarah. Ia terkenal dengan nama Ciung Wanara karena ketika masa mudanya ia mempunyai binatang peliharaan, burrung “Ciung” dan “Wanara” (monyet). Ia merupakan anak dari Permaa Dikusumah, dan masih keturunan Prabu Purbasora (raja ke-4 kerajaan Galuh), dan istriny, Dewi Naganingrum, yang merupakan cucu dari Aki Balagantrang.

Kisah tentang perebutan kekuasaan bermula dari kisah sebelumnya yag cukup seru di kerajaan Galuh. Diawali dengan Prabu Purbasora, yang merupakan nenek moyang Ciung Wanara, mengambil alih kekuasaan dari Prabu Sena pada tahun 716 M, karena Purbasora lah yang merasa paling berhak, dan dengan alasan moralitas dan silsilah. Prabu Purbasora merupakan kakak seibu dari rabu Sena. Setelah 7 tahun berkuasa, Prabu Purbasora kemudian dikudeta oleh keponakannya, yang bernama Prabu Sonjaya, putra dari Prabu Sena.
Sonjaya merupakan anak dari Prabu Sena dan kemudian menjadi menantu raja Sunda. Ia menikah dengan cucu pendiri kerajaan Sunda yang bernama Prabu Tarusbawa. Karena itu Sonjaya kemudian mewarisi raja sunda dari kakek istrinya dan menjadi raja kerajaan Sunda yang ke-2 dalam silsilah kemaharajaan Sunda.

Karena merasa kuat Sonjaya kemudian mengambil alih kekuasaan Galuh dari “Ua”-nya, Prabu Purbasora pada tahun 723 M.  Prabu purbasora dan sejumlah kerabat kerjaan Galuh gugur, kecuali patihnya yang bernama Bimaraksa, yang dikemudian hari terkenal dengan nama Aki Balangantrang, yang lari dan membuat padepokan di Geger Sunten. Aki Balangntrang inilah kemudian akan menjadi batu sandungan ketika sonjaya dan anaknya Temperan ketika berkuasa di tanah sunda dan galuh. Aki balangntrang ini juga  yang membuat strategi pengambil alihan kekuasaan dari Prabu Temperan oleh Ciung Wanara.
Karena merasa tidak diterima diistana Galuh, Prabu Sonjaya kemudian mengangkat raja bawahan yang bernama Permana Dikusumah, yang masih merupakan turunan dariPrabu Purbasora (cucunya)..

Permana Dikusumah diangkat menjad raja di Galuh pada usia 43 tahun. Ia dikenal sebagai rajaresi karena ketekunannya mendalami agama dan bertapa sejak muda. Karena itu ia dijuluki Bagawat Sajalajaya. Istrinya, Naganingrum adalah cucu Aki Balangantrang (Bimaraksa).      Permana dan naganingrum mempunyai anak lakilaki, Surotama atau Manarah, yang lahir pada 718 M. Saat Sanjaya menyerang Galuh, Surotama baru berusia  5 tahun. Untuk mengikat kesetiaan Permana terhadap emerintahan pusat di Pakuan, sanjaya menjodohkan Permana dengan Dewi Pangrenyep, putri Patih Anggada.

Untuk menjaga kesetiaan Gauh, Sonjaya kemudiaan mengangkat anaknya, Prau temperan sebagai patih di Galuh. Dan Prabu Temperan ini kemudian lambat laun menyingkirkan Permana Dikusumah dari raja Galuh hingga Permana dengan mudah dapat disngkirkan, krarena kesenangan Permana sebagai seorang pertapa.

Setelah Permana disingkirkan maka berkuasalah Prabu Temperan ditanah galuh, dean ia kemudian mengawini kedua istri bekas  Permana Dikusumah yang terbunuh, yaitu Naganingrum dan juga Dewi Pangrenyep. Dari ewi Pangrenyep ini Prabu Temperan mempunyai anak yang bernama Kamarasa atau dikemudian hari bernama Hariang banga.

Prabu Temperan mewarisi kekuasaan di tanah Sunda (pakuan) dan Galuh pada tahun 732 M. Ia berkuasa selama 7 tahun, yang kemudian  terbunuh dalam pengambil alihan kekuasaan oleh anak trnya, Ciung Wanara pada tahun 739 M.

 Sesuai dengan rencana Ki Balangantrang, penyerbuan ke Galuh dilakukan disiang hari bertepatan dengan pesta sabung ayam (ngadu Hayam) Semua pembesar kerajaan Galu hadir hadir termasuk raja, Prabu Temperan dan juga Hariang Banga, sang putra mahkota. Ciung Wanara bersama anggota pasukannya hadir dalam gelanggang sebagai penyabung ayam. Sedang Balangantrang  memimpin pasukan geger sunten menyerang keraton. Pengambil aihan kekuasaan oleh Ciung Wanara berhasil dalam waktu yang singkat. Raja dan prameswari  (dewi pangrenyep) termasuk Banga dapat ditawan di gelanggang sabung ayam. Tetapi Banga kemudian dilepaskan dan  dibiarkan bebas. Pada malam hari, banga dapat membebaskan Temperan dan putri pangreyep dari tahanan. Tetapi kemudian Tamperan terbunuh

    Mendengar putranya, Tamperan meninggal, Sanjaya sangat marah, kemudian ia menyiapkan pasukan  besar dari Medang bhumi mataram untuk menyerbu ibukota Galuh. Dilain pihak,  Manarah telah menduga  bahwa sanjaya tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, ia telah siaga dengan pasukan  yang juga didukung oleh pasukan sisa Indraprahasta (kerajaan ini sat itu telah berubah menjadi Wanagiri), dan raja-raja daerah Kuningan yang pernah ditaklukan oleh sanjaya.

      Sanjaya menyerang Galuh dengan 4 kekuatan besar. Pasukan satu bernama Tomarasakti dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama Samberjiwa dipimpin oleh Rakai Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama Bairawamamuk dipimpin oleh Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama Batarakroda, dipimpin oleh Langlang Sebrang.

    Perang saudara satu keturunan Wretikandayun (sang pendiri Galuh)  meletus, dan pasukan Ciung  Wanara mulai terdesak. Tetapi kemudian peperangan itu dapat dihentikan  atas prakarsa  rajaresi Demunawan, yang waktu itu berusia 93 tahun. Perundingan gencatan senjata  digelar di keraton Galuh pada tahun 739 M. Kesepakatanpun tercapai: Galuh harus diserahkan kepada Sang Manarah, dan Sunda kepada Rahiyang Banga (cucu Sanjaya), dan Sanjaya memimpin Medang Mataram. Dengan demikian Sunda Galuh yang selama tahun 723-739 M, merupakan satu kekuasaan terpecah kembali. 

  Untuk menjaga agar tak terjadi perseturuan, Manarah dan banga kemudian dinikahkan  dengan kedua cicit Demunawan. Manarah dengan gelar Prabu Jayaperkosa Mandaleswara Salakabhuwana, memperistri Kancanawangi, sedang Banga sebagai raja Sunda  bergelar Prabu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya, mengawini adik Kancanawangi yang bernama Kancanasari.

Ciung Wanara atau Sang Manarah ditakdirkan mempunyai umur yang panjang. Ia bertahta di Galuh  hingga tahun 783 M. Lalu ia melakukan manurajasuniya, mengundurkan diri  dari tahta kerajaan untuk melakukan tapa  hingga akhir hayat. Manarah meninggal pada 798 saat ia berusia 80 tahun.. Sedang hariang Banga berkuasa selama 27 tahun (739-766 M), yang berkuasa hanya di sebelah barat sungai Citarum dari tahun 759 M. Sebuah naskah abad ke13 M (atau abad ke-14 M) memberitakan bahwa Hariang Banga  pernah membangun parit di Pakuan. Hal ini dilakukannya sebagai persiapan untuk mengukuhkan diri sebagai raja  yang merdeka dari Galuh. Lepasnya pakuan dari galuh terjadi setelah  20 tahun Banga menjadi pemguasa Pakuan.

b. Antara nama Hariang Banga dan Hariang

Kadang banyak orang berpresepsi bahwa nama Hariang berasal dari nama Hariang Banga, atau didirikan oleh Hariang Banga, raja sunda yang ke-4, yang berkuasa dari tahun 739 hingga 766 M. Tetapi karena rentang waktu yang begitu jauh dari tahun 766 M, dan berdirinya Hariang pada tahun 1665 M. Jadi secara rentang waktu tidak memungkinkan. Ada juga yang berpendapat bahwa nama hariang berasal dari nama Guriang, dimana asal usul hariang berdiri. Mbah Guriang adalah seorang penganut agama lama yang akan diislamkan oleh para pendiri kampung hariang, tetapi tidak berhasil dan menyingkir ke arah yang sekarag dikenal dengan Gunung Hariang. Mekipun bukan gunung dalam artian gunung pada umumnya. Nama gunung Hariang lebih mengarah pada tempat kediaman Mbah Guriang yang sekarang ini hanya berupa ciri suatu lokasi di tengah sawah dengan pohon beringin ditengahnya.

Jadi belum ada penelitian tentang berasal dari mana nama kampung hariang itu berasal, dan kemungkinan berasal dari nama raja sunda yang ke-4, Hariang Banga sebagai suatu penghormatan terhadap raja ini karena turunannya, termasuk raja Majapahit pertama, Raden Wijaya masih dalam silsilah keturunannya. Dan nama hariang juga kadang dikaitkan dengan nama Guriang, pemukim pertama yang menempati daerah hariang, sebelum pendiri hariang datang.


(by Adeng Lukmantara dari berbagai sumber)