“Hariang Banga” adalah Nama Raja Sunda urutan
ke-4 dalam tahta raja-raja Kemaharajaan Sunda. Ia bergelar Prabu Kertabuana Yasawiguna Hajimulya
yang berkuasa di tanah Snda selama 27 tahun, dari tahun 739 hingga 766 M. Ia
sezaman dengan Sang Manarah, atau terkenal dengan nama “Ciung Wanara”
yang berkuasa di kerajaan Galuh. Ia
beistrikan Dewi Kancana
sari, keturunan
dari Resi Demunawan dari Saunggalah.
Darinya, ia mempunyai anak yang bernama Rakeyan Medang, yang kemudian
hari menggantikan
kekuasaannya ketika ia meninggal.
Hariang Banga atau pada awal
kelahirannya bernama Kamarasa,
merupakan putra dari Prabu Temperan Barmawijaya dengan Dewi Pangreyep. Temperan menjadi raja Sunda dan Galuh pada tahun 732 M, setelah
ayahnya, Sanjaya menjadi raja Kalingga Mataram
di sekitar Jawa tengah sekarang. Temperan berkuasa selama 7 tahun,
dari tahun 732-739 M, yang meninggal karena pengambil
alihan kekuasaan (atau istilah sekarng
kudeta) yang dilakukan oleh Ciung Wanara atau Sang Manarah pada tahun 732 M..
Ciung Wanara & Hariang Banga
Hariang Banga dalam cerita-cerita selalu dikaitkan dengan
Ciung Wanara. Ciung Wanara sendiri bernama Prabu Surotama, dengan gelar Prabu Jaya Perkosa
Mandaleswara Salakabuwana, atau disebut juga Sang Manarah. Ia terkenal dengan
nama Ciung Wanara karena ketika masa mudanya ia mempunyai
binatang peliharaan, burrung “Ciung” dan “Wanara” (monyet). Ia merupakan anak
dari Permaa Dikusumah, dan masih keturunan Prabu Purbasora (raja ke-4 kerajaan
Galuh), dan istriny, Dewi Naganingrum, yang merupakan cucu dari Aki
Balagantrang.
Kisah tentang perebutan kekuasaan
bermula dari kisah sebelumnya yag cukup seru di kerajaan Galuh. Diawali dengan
Prabu Purbasora, yang merupakan nenek moyang Ciung Wanara, mengambil alih
kekuasaan dari Prabu Sena pada tahun 716 M, karena Purbasora lah yang merasa
paling berhak, dan dengan alasan moralitas dan silsilah. Prabu Purbasora
merupakan kakak seibu dari rabu Sena. Setelah 7 tahun berkuasa, Prabu Purbasora
kemudian dikudeta oleh keponakannya, yang bernama Prabu Sonjaya, putra dari
Prabu Sena.
Sonjaya merupakan anak dari Prabu Sena
dan kemudian menjadi menantu raja Sunda. Ia menikah dengan cucu pendiri
kerajaan Sunda yang bernama Prabu Tarusbawa. Karena itu Sonjaya kemudian
mewarisi raja sunda dari kakek istrinya dan menjadi raja kerajaan Sunda yang
ke-2 dalam silsilah kemaharajaan Sunda.
Karena merasa kuat Sonjaya kemudian
mengambil alih kekuasaan Galuh dari “Ua”-nya, Prabu Purbasora pada tahun 723
M. Prabu purbasora dan sejumlah kerabat
kerjaan Galuh gugur, kecuali patihnya yang bernama Bimaraksa, yang dikemudian
hari terkenal dengan nama Aki Balangantrang, yang lari dan membuat padepokan di
Geger Sunten. Aki Balangntrang inilah kemudian akan menjadi batu sandungan
ketika sonjaya dan anaknya Temperan ketika berkuasa di tanah sunda dan galuh.
Aki balangntrang ini juga yang membuat
strategi pengambil alihan kekuasaan dari Prabu Temperan oleh Ciung Wanara.
Karena merasa tidak diterima diistana
Galuh, Prabu Sonjaya kemudian mengangkat raja bawahan yang bernama Permana
Dikusumah, yang masih merupakan turunan dariPrabu Purbasora (cucunya)..
Permana Dikusumah diangkat menjad raja
di Galuh pada usia 43 tahun. Ia dikenal sebagai
rajaresi karena ketekunannya mendalami agama dan bertapa sejak muda. Karena itu ia dijuluki Bagawat Sajalajaya.
Istrinya, Naganingrum adalah cucu Aki Balangantrang (Bimaraksa). Permana dan naganingrum mempunyai anak
lakilaki, Surotama atau Manarah, yang lahir pada 718 M. Saat Sanjaya menyerang
Galuh, Surotama baru berusia 5 tahun. Untuk mengikat kesetiaan Permana
terhadap emerintahan pusat di Pakuan, sanjaya menjodohkan Permana dengan Dewi
Pangrenyep, putri Patih Anggada.
Untuk menjaga kesetiaan Gauh, Sonjaya
kemudiaan mengangkat anaknya, Prau temperan sebagai patih di Galuh. Dan Prabu
Temperan ini kemudian lambat laun menyingkirkan Permana Dikusumah dari raja
Galuh hingga Permana dengan mudah dapat disngkirkan, krarena kesenangan Permana
sebagai seorang pertapa.
Setelah Permana disingkirkan maka
berkuasalah Prabu Temperan ditanah galuh, dean ia kemudian mengawini kedua
istri bekas Permana Dikusumah yang
terbunuh, yaitu Naganingrum dan juga Dewi Pangrenyep. Dari ewi Pangrenyep ini
Prabu Temperan mempunyai anak yang bernama Kamarasa atau dikemudian hari
bernama Hariang banga.
Prabu Temperan mewarisi kekuasaan di
tanah Sunda (pakuan) dan Galuh pada tahun 732 M. Ia berkuasa selama 7 tahun,
yang kemudian terbunuh dalam pengambil
alihan kekuasaan oleh anak trnya, Ciung Wanara pada tahun 739 M.
Sesuai dengan
rencana Ki Balangantrang, penyerbuan ke Galuh dilakukan disiang hari bertepatan
dengan pesta sabung ayam (ngadu Hayam) Semua pembesar
kerajaan Galu hadir hadir termasuk raja, Prabu Temperan dan juga Hariang Banga, sang putra mahkota. Ciung
Wanara bersama anggota
pasukannya hadir dalam gelanggang sebagai penyabung ayam. Sedang Balangantrang memimpin pasukan geger sunten menyerang
keraton. Pengambil aihan kekuasaan oleh Ciung
Wanara berhasil dalam
waktu yang singkat. Raja dan prameswari
(dewi pangrenyep) termasuk Banga dapat ditawan di gelanggang sabung
ayam. Tetapi Banga
kemudian dilepaskan dan dibiarkan bebas.
Pada malam hari, banga dapat membebaskan Temperan dan putri pangreyep dari
tahanan. Tetapi kemudian Tamperan terbunuh
Mendengar
putranya, Tamperan meninggal, Sanjaya sangat marah, kemudian ia menyiapkan
pasukan besar dari Medang bhumi mataram
untuk menyerbu ibukota Galuh. Dilain pihak,
Manarah telah menduga bahwa
sanjaya tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, ia telah siaga dengan
pasukan yang juga didukung oleh pasukan
sisa Indraprahasta (kerajaan ini sat itu telah berubah menjadi Wanagiri), dan
raja-raja daerah Kuningan yang pernah ditaklukan oleh sanjaya.
Sanjaya
menyerang Galuh dengan 4 kekuatan besar. Pasukan satu bernama Tomarasakti
dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama Samberjiwa dipimpin oleh Rakai
Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama Bairawamamuk dipimpin oleh
Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama Batarakroda, dipimpin oleh Langlang
Sebrang.
Perang saudara
satu keturunan Wretikandayun (sang pendiri Galuh)
meletus, dan pasukan Ciung
Wanara mulai terdesak.
Tetapi kemudian peperangan itu dapat dihentikan
atas prakarsa rajaresi Demunawan,
yang waktu itu berusia 93 tahun. Perundingan gencatan senjata digelar di keraton Galuh pada tahun 739 M.
Kesepakatanpun tercapai: Galuh harus diserahkan kepada Sang Manarah, dan Sunda
kepada Rahiyang Banga (cucu Sanjaya), dan Sanjaya memimpin Medang Mataram.
Dengan demikian Sunda Galuh yang selama tahun 723-739 M, merupakan satu
kekuasaan terpecah kembali.
Untuk menjaga
agar tak terjadi perseturuan, Manarah dan banga kemudian dinikahkan dengan kedua cicit Demunawan. Manarah dengan
gelar Prabu Jayaperkosa Mandaleswara Salakabhuwana, memperistri Kancanawangi,
sedang Banga sebagai raja Sunda bergelar
Prabu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya, mengawini adik Kancanawangi yang
bernama Kancanasari.
Ciung Wanara atau Sang Manarah ditakdirkan mempunyai umur
yang panjang. Ia bertahta di Galuh
hingga tahun 783 M. Lalu ia melakukan manurajasuniya, mengundurkan
diri dari tahta kerajaan untuk melakukan
tapa hingga akhir hayat. Manarah
meninggal pada 798 saat ia berusia 80 tahun.. Sedang
hariang Banga berkuasa selama 27
tahun (739-766 M), yang berkuasa hanya di sebelah barat sungai Citarum dari
tahun 759 M. Sebuah naskah
abad ke13 M (atau abad ke-14 M) memberitakan bahwa Hariang
Banga pernah membangun parit di Pakuan. Hal ini
dilakukannya sebagai persiapan untuk mengukuhkan diri sebagai raja yang merdeka dari Galuh.
Lepasnya pakuan
dari galuh terjadi setelah 20 tahun
Banga menjadi pemguasa Pakuan.
b. Antara nama Hariang Banga dan Hariang
Kadang banyak orang berpresepsi bahwa
nama Hariang berasal dari nama Hariang Banga, atau didirikan oleh Hariang
Banga, raja sunda yang ke-4, yang berkuasa dari tahun 739 hingga 766 M. Tetapi karena rentang waktu yang begitu jauh dari tahun 766 M, dan berdirinya
Hariang pada tahun 1665 M. Jadi secara rentang waktu tidak memungkinkan. Ada
juga yang berpendapat bahwa nama hariang berasal dari nama Guriang, dimana asal
usul hariang berdiri. Mbah Guriang adalah seorang penganut agama lama yang akan
diislamkan oleh para pendiri kampung hariang, tetapi tidak berhasil dan
menyingkir ke arah yang sekarag dikenal dengan Gunung Hariang. Mekipun bukan
gunung dalam artian gunung pada umumnya. Nama gunung Hariang lebih mengarah
pada tempat kediaman Mbah Guriang yang sekarang ini hanya berupa ciri suatu
lokasi di tengah sawah dengan pohon beringin ditengahnya.
Jadi belum ada penelitian tentang
berasal dari mana nama kampung hariang itu berasal, dan kemungkinan berasal
dari nama raja sunda yang ke-4, Hariang Banga sebagai suatu penghormatan
terhadap raja ini karena turunannya, termasuk raja Majapahit pertama, Raden
Wijaya masih dalam silsilah keturunannya. Dan nama hariang juga kadang
dikaitkan dengan nama Guriang, pemukim pertama yang menempati daerah hariang,
sebelum pendiri hariang datang.
(by Adeng Lukmantara dari berbagai
sumber)