Laman

Sabtu, 07 Juni 2014

SINERGINYA KAUM URBAN DAN KAUM MUKIM, LANGKAH AWAL MENUJU PEMBANGUNAN DESA YANG BERMARTABAT


Perayaan milad hariang yang ke-349 merupakan awal dari sinergi kaum perantau asal desa Hariang, yang nantinya kemudian disebut kaum urban, dan masyarakat desa yang berdiam di daerahnya, yang nantinya disebut kaum mukim.

Gejala urbanisasi dari desa ke kota hampir terjadi diseluruh desa di Indonesia. Hal ini juga terjadi di Hariang. Kebanyakan dari kaum urban adalah kaum muda dan termasuk masyarakat terdidik yang mencoba mencari jalan hidup di perkotaan, baik untuk bekerja, perkawinan atau mencari peruntungan lain, seperti bisnis/  dagang dan lain-lain.  Dan dalam tema ini kaum perantau disebut dengan urban/ orang yang berpindah.

Jadi disini arti Urban adalah suatu istilah dari kaum perantau atau yang berpindah dari suatu daerah ke  daerah lain, yang diakibatkan oleh banyak faktor, terutama masalah ekonomi, sosial dan karier seseorang. Mereka pindah karena bekerja di suatu daerah, atau karena kawin dengan daerah lain, atau karna tuntutan tugas sehingga mereka harus pindah ke daerah lain.

Kaum urban asal Hariang kebanyakan berada di kota-kota besar disekitar jawa barat, termasuk Ibukota Jakarta, Bandung, Bekasi, Cilegon dan lainnya. Tetapi secara komunitas terbanyak berada di sekitar jabotabek dan bandung raya. Hanya sedikit kaum urban yang berasal dari hariang ini yang ke luar jawa barat, banten dan jakarta. Mungkin hanya bisa dihitung dalam hitungan jari.

Kaum urban kebanyakan merupakan dulunya kaum terpelajar yang mau tidak mau karena tuntutan karier harus merantau ke daerah lain terutama perkotaan, karena secara basic intelektualias tidak memungkinkan untuk berperan aktif di lingkungannya, karena berbagai faktor, termasuk peluang yang terbatas di kampungya.

Keterikatan secara psikologis terutama keluarga meruapak faktor dasar mengapa kaum urban selalu rindu akan kampung halamannya. Mungkin sebenarnya setiap orang merasa ingin memajukan daerah asalnya, tetapi karena hal kesibukan atau komunikasi yang tidak berjalan, seolahhal ini hanya menjadi wacana yang belum terwujud, hingga salah seorang tokoh asal Hariang, yang bernama Bp. Emut Muchtar mencoba mengkonsolidasi kaum urban ini. Ternyata antusias kaum urban begitu tinggi, kerinduan akan kampung halaman seolah mendapat momen dari apa yang disebut dengan milad Hariang yang ke-349 tahun. Bapak Emut Muctar solah ingin membangkitkan kembali kebanggan kampung halaman dengan sejarah , sehingga semakin besar dukungan dari kaum urban ini.

Tidak semua orang bisa memadukan antara kebanggan dengan kesejarahan, justru sang pencetus melihat peluang yang begitu besar dalam mencoba mengaktualisasikan kebanggaan. Karena bagaimanapun kebaganggaan perlu momen, yang membuat kebanggan terhadap daerahnya mendapat apa yang dikatakan sebagai faktor simbolik.

Dan ternyata respon tersebut bukan hanya datang dari kaum urban, tetapi juga kaum yang tetap bermukim atau disebut kaum mukim bernatusias menyambut apa yang diakatakan milad ke-349 tahun tersebut. Jadi kerinduan kaum urban terhadap daerahnya mendapat sambutan yang begitu kuat dari kaum mukim, sehingga bersinergi di Milad  Hariang yang ke-349 tahun.

Menurut sang pencetusnya, bapak Emut Muchtar, Milad Hariang ke-349 tahun, merupakan langkah awal konsolidasi kaum urban dan kaum mukim dalam rangka membangun daerahnya yang lebih bermartabat dan lebih sejahtera, dan dimungkinkan program-program berikutnya akan berjalan beriring dengan waktu. Karena menurutnya ketika peuit sudah ditiup berarti kita sudah siap untuk berjalan. Jadi mengapa salah satu dari programnya adalah berupa gerak jalan, yangdiikui oleh masyarakat mukim disamping program lainnya, seperti seminar dan pagelaran acara seni, baik yang berasal dari daerah hariang, seperti Seni Gemyung pimpnan Abah Olin, kuda rengong dan acara lainnya dari pelajar dan msyarakat.

Momen acara Milad Hariang ke-349 tahun, pada awalnya hanya sebuah ide. Karena lahir dari tokoh, Bpk. Emut Muchtar yang bermukim di jakarta, maka hal ini mendapat sambutan dari kaum urban di Jakarta, seperti keluarga Haji Nono, keluarga Satia (lurah pasar minggu), maman Suparman, Udeh dan lainnya. Dan hal ini juga mendapat sambutan dari perantau/ urban dari cilegon: bpk.Herman, dan lainnya. Tokoh urban dari bandung: Uyat  Suyatman, Hayat, Edah dan lainnya. Semua berperan begitu aktif dalam mengaktualisasikan ide tersebut.

Dan hal ini juga mendapat respon dari tokoh-tokohHariang, disamping kaum sepuh dan pemegang roda pemerintahan dan juga kaum yang tergolong muda. Dan disamping kepala desa harang yang merespon ide tersebut, juga yang tak kalah pentingnya adalah tokoh-tokoh seperti: Bpk. Karma, yang menjadi ketua panitia di desa hariang, bpk. Wirdayat, Bpk. Awar, bpk. Aef, bpk Ganda dan lainnya.  Dan tentu dukungan dari kum pemerintahan setempat sangat berperan sekali, disamping kepala desa, para kokolot, ketua RW dan ketua RT juga daalam mengkonsolidasikan warganya begitu penting.

 Milad Hariang yang ke-349 tahun, seolah tenjadi tonggak dalam menuju ide-ide berikutnya dalam upaya peran aktif kaum urban terhadap daerah kelahirannya.


Selamat milad yang ke-349 tahun


(by Adeng Lukmantara)