Perayaan milad hariang yang
ke-349 merupakan awal dari sinergi kaum perantau asal desa Hariang, yang
nantinya kemudian disebut kaum urban, dan masyarakat desa yang berdiam di
daerahnya, yang nantinya disebut kaum mukim.
Gejala urbanisasi dari desa ke
kota hampir terjadi diseluruh desa di Indonesia. Hal ini juga terjadi di
Hariang. Kebanyakan dari kaum urban adalah kaum muda dan termasuk masyarakat
terdidik yang mencoba mencari jalan hidup di perkotaan, baik untuk bekerja,
perkawinan atau mencari peruntungan lain, seperti bisnis/ dagang dan lain-lain. Dan dalam tema ini kaum perantau disebut
dengan urban/ orang yang berpindah.
Jadi disini arti Urban adalah
suatu istilah dari kaum perantau atau yang berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, yang diakibatkan oleh banyak
faktor, terutama masalah ekonomi, sosial dan karier seseorang. Mereka pindah
karena bekerja di suatu daerah, atau karena kawin dengan daerah lain, atau
karna tuntutan tugas sehingga mereka harus pindah ke daerah lain.
Kaum urban asal Hariang kebanyakan
berada di kota-kota besar disekitar jawa barat, termasuk Ibukota Jakarta,
Bandung, Bekasi, Cilegon dan lainnya. Tetapi secara komunitas terbanyak berada
di sekitar jabotabek dan bandung raya. Hanya sedikit kaum urban yang berasal
dari hariang ini yang ke luar jawa barat, banten dan jakarta. Mungkin hanya
bisa dihitung dalam hitungan jari.
Kaum urban kebanyakan merupakan dulunya
kaum terpelajar yang mau tidak mau karena tuntutan karier harus merantau ke
daerah lain terutama perkotaan, karena secara basic intelektualias tidak
memungkinkan untuk berperan aktif di lingkungannya, karena berbagai faktor,
termasuk peluang yang terbatas di kampungya.
Keterikatan secara psikologis
terutama keluarga meruapak faktor dasar mengapa kaum urban selalu rindu akan
kampung halamannya. Mungkin sebenarnya setiap orang merasa ingin memajukan
daerah asalnya, tetapi karena hal kesibukan atau komunikasi yang tidak
berjalan, seolahhal ini hanya menjadi wacana yang belum terwujud, hingga salah
seorang tokoh asal Hariang, yang bernama Bp. Emut Muchtar mencoba
mengkonsolidasi kaum urban ini. Ternyata antusias kaum urban begitu tinggi,
kerinduan akan kampung halaman seolah mendapat momen dari apa yang disebut
dengan milad Hariang yang ke-349 tahun. Bapak Emut Muctar solah ingin membangkitkan
kembali kebanggan kampung halaman dengan sejarah , sehingga semakin besar
dukungan dari kaum urban ini.
Tidak semua orang bisa memadukan
antara kebanggan dengan kesejarahan, justru sang pencetus melihat peluang yang
begitu besar dalam mencoba mengaktualisasikan kebanggaan. Karena bagaimanapun
kebaganggaan perlu momen, yang membuat kebanggan terhadap daerahnya mendapat
apa yang dikatakan sebagai faktor simbolik.
Dan ternyata respon tersebut
bukan hanya datang dari kaum urban, tetapi juga kaum yang tetap bermukim atau
disebut kaum mukim bernatusias menyambut apa yang diakatakan milad ke-349 tahun
tersebut. Jadi kerinduan kaum urban terhadap daerahnya mendapat sambutan yang
begitu kuat dari kaum mukim, sehingga bersinergi di Milad Hariang yang ke-349 tahun.
Menurut sang pencetusnya, bapak
Emut Muchtar, Milad Hariang ke-349 tahun, merupakan langkah awal konsolidasi
kaum urban dan kaum mukim dalam rangka membangun daerahnya yang lebih
bermartabat dan lebih sejahtera, dan dimungkinkan program-program berikutnya
akan berjalan beriring dengan waktu. Karena menurutnya ketika peuit sudah
ditiup berarti kita sudah siap untuk berjalan. Jadi mengapa salah satu dari
programnya adalah berupa gerak jalan, yangdiikui oleh masyarakat mukim
disamping program lainnya, seperti seminar dan pagelaran acara seni, baik yang
berasal dari daerah hariang, seperti Seni Gemyung pimpnan Abah Olin, kuda
rengong dan acara lainnya dari pelajar dan msyarakat.
Momen acara Milad Hariang ke-349
tahun, pada awalnya hanya sebuah ide. Karena lahir dari tokoh, Bpk. Emut
Muchtar yang bermukim di jakarta, maka hal ini mendapat sambutan dari kaum
urban di Jakarta, seperti keluarga Haji Nono, keluarga Satia (lurah pasar
minggu), maman Suparman, Udeh dan lainnya. Dan hal ini juga mendapat sambutan
dari perantau/ urban dari cilegon: bpk.Herman, dan lainnya. Tokoh urban dari
bandung: Uyat Suyatman, Hayat, Edah dan
lainnya. Semua berperan begitu aktif dalam mengaktualisasikan ide tersebut.
Dan hal ini juga mendapat respon
dari tokoh-tokohHariang, disamping kaum sepuh dan pemegang roda pemerintahan
dan juga kaum yang tergolong muda. Dan disamping kepala desa harang yang
merespon ide tersebut, juga yang tak kalah pentingnya adalah tokoh-tokoh seperti:
Bpk. Karma, yang menjadi ketua panitia di desa hariang, bpk. Wirdayat, Bpk.
Awar, bpk. Aef, bpk Ganda dan lainnya.
Dan tentu dukungan dari kum pemerintahan setempat sangat berperan
sekali, disamping kepala desa, para kokolot, ketua RW dan ketua RT juga daalam
mengkonsolidasikan warganya begitu penting.
Selamat milad yang ke-349 tahun
(by Adeng Lukmantara)