Dalam sejarahnya, kesenian di
daerah Hariang telah berkembang sejak era berdirinya leumbur (daerah) tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa Hariang
didiirikan oleh Raden Wangsa Wijaya menjadi suatu perkampungan
pada abad ke-17 M. Dalam buku sejarah Desa Hariang yang disusun pertama kali
oleh Kuwu E. Sona yang disusun kembali oleh Bapak Atnawi dikatakan bahwa
Hariang didirikan pada tahun 1665 M (1085 H), meskipun sebenarnya kemungkinan
lebih tua dari tahun tersebut.
Pada saat Raden Wangsa Wijaya
memutuskan untuk tinggal di Hariang, karena ia termasuk bangsawan dari keluarga
para bupati Sumedang waktu itu. Maka berdatangan pula lah orang yang mengikuti
beliau untuk ikut serta dalam membangun leumbur Hariang. Diantaranya ada ahli
seni yang bernama Ki Raksa Mayu. Entah
kesenian apa yang dikembangkan oleh Raksa Mayu dalam mengembangkan kesenianya,
tetapi ia sangat dikenal sebagai seorang ahli tabuh-tabuhan, yang bisa
membuat terlena orang yang mendengarnya.
Salah satu kesenian yang hingga
kini masih ada dan
merupakan warisan dari nenek moyang hariang adalah seni Gemyung atau dalam
istilah masyarakat disebut juga dengan nama terbang uyut. Jadi kemungkinan seni
gemyung ini merupakan salah satu warisan dari Ki Raksa Mayu di era generasi
Hariang pertama.
A..
Sejarah Seni Gemyung (Terbang)
Di masyarakat desa Hariang kesenian
terbang disebut juga dengan seni Gemyung. Tetapi dalam masyarakat Hariang,
karena kesenian ini ada yang bersifat magic, jadi istilahnya biasanya juga dinamakan
seni terbang uyut. Uyut merupakan suatu istilah yang berkaitan dengan
leluhur. Dalam istilah sunda, uyut itu
adalah generasi diatas kakek (aki). Jadi istilah uyut hal ini identik dengan
nama leluhur.
Buku tentang terbang ini telah ditulis
oleh Maman Suharya yang berjudul “Seni Terbang” atau Riwayat Seni Terbang”.
Yang ditulis pada tahun 2006 di Banceuy Bandung. Tetapi sejarahnya seolah masih
mengawang. Tetapi intinya bahwa Gemyung itu sangat erat kaitannya dengan Syekh
Nurjati atau dikenal juga dengan nama Syekh Datuk Kahfi.
Konon bahwa seni gemyung ini
berasal dari Baghdad yang dibawa ke Cirebon yang waktu itu merupakan kota
pelabuhan dari kerajaaan Sunda (Galuh), di era Syekh Nurjati atau Syekh Datuk
Kahfi. Kemudian terbang atau Gemyung ini
dikembangkan oleh anaknya Syekh Maulana Abdurrahman atau dikenal dengan nama
Pangeran Panjunan.
Dalam sejarah kita ketahui bahwa Syekh
Maulana Abdurrahman merupakan bapak dari Maulana Muhammad (Pangeran Pamelekaran).
Sedang Pangeran Maulana Muhammad merupakan bapak/ ayah dari Pangeran Santri.
Pangeran Santri merupakan ayah / bapak dari Parbu Geusan Ulun. Prabu Geusan
Ulun merupakan ayah / bapak dari Pangeran Rangga Gede. Dan Pangeran Rangga Gede
mempunyai anak yang bernama Nyi Mas bayun. Dan Nyi Mas Bayun kemudian menikah
dengan Raden Wangsawijaya, dan mendirikan perkampungan di Hariang sekarang.
1..
Pengertian Seni Gemyung (Seni Terbang)
Seni gemyung sendiri pada awalnya
dikembangkan oleh para wali sebagai syiar dalam menyebarkan keagamaan islam.
Seni gemyung atau dikenal dengan
nama seni tarbang., yang kemudian dikenal dengan seni terbang. Dalam buku yang disusun
oleh Maman Suharya dikatakan bahwa
Tarbang merupakan 7 huruf yang awalnya merupakan singkatan dari bahasa Arab
dari hal sebagai berikut:
.. T berasal dari kata Taroban yang
artinya Allah yang maha Esa
.. A berasal dari kata Adabun yang
artinya pancer Dua kalimat Syahadat
.. R berasal dari kata Rebana yang
artinya Marhaban iman Islam
.. B berasal dari kata Baasun yang
berarti pusaka keramat.
.. A berasal dari kata Adin yang
artinya Agama yang merupakan aturan yang dibawa para rasul.
.. N berasal dari kata Nadom yang
artinya menggembirakan sedemikian banyaknya.
.. G berasal dari kata Gusnun yang
artinya tabuhan dan turun temurun.
Pada awalnya penabuhnya semua
laki-laki dengan menyanyikan syair-syair / sholawat nabi, sambil dikuti oleh
tabuhan alat tabuh yang bernama terbang.
2..
Seni Gemyung atau Terbang di daerah Lain
Seni gemyung sebenarnya bukan hanya
tradisi yang ada di hariang saja, tetapi di daerah lain juga ada, seperti di
Bandung, Kuningan, majalengka, subang dan sebagainya.
Di Bandung sejarah tentang seni
ini diungkapkan salah satunya oleh Maman
Suharya dalam yang konon ia sendiri mewarisi turun temurun hal tersebut dari
yang dinamakan dengan Eyang Suci. Maman mendapati kesenian tersebut dari
ayahnya..
B..Perkembangan
Seni Gemyung (Terbang) di Hariang
Seperti diungkap dari silsilah
keturunan, bahwa Wangsawijaya sebagai pendiri Leumbur Hariang sangat erat
kaitannya dengan silsilah nenek moyang pembawa kesenian ini, yaitu Syekh
Nurjati atau Syekh Datuk Kahfi, melalui silsilah keturunan Raja Raja dan bupati
Sumedang. Jadi kesenian Gemyung atau terbang seolah telah menjadi kesenian
warisan nenek moyang dari leumbur Hariang itu sendiri.
Dengan kedatangan Ki Raksa Mayu
sebagai ahli seni yang mumpuni di Hariang di era awal pendirian kampung ini
seolah menjadikan perkembangan kesenian Gemyung atau Terbang ini berkembang
pesat. Dan telah menjadikan kesenian asli atau tradisi dari leumbur Hariang
secara turun temurun. Karena nantinya di era tahun 1706 hingga tahun 1709 ada
suatu grup kesenian Gemyung (terbang) yang dinamakan perkumpulan Sekar Terbang
Buhun. Yang menjadi lurahnya atau pemimpinnya adalah Aki Angga Waruling,
1..
Perkumpulan Sekar Terbang Buhun
Di tahun 1700-an telah ada
sekelompok orang terkenal dalam seni gemyung / terbang ini, yaitu perkumpulan
Sekar Terbang Buhun. Yang menjadi lurahnya atau pemimpinnya adalah Aki Angga
Waruling, dan ahli sulingnya, adalah istrinya Nini Angga Waruling. Yang
menjadi Juru kawihnya / sinden adalah Nini Sarwalana, yang menjadi juru tari
adalah Lenyang Kuning. Yang menjadi pembawa acara sekaligus keamanan seni
adalah Kijagabaya. Sedang pnabuh gendang adalah Aki Buleuneung.
Ia mempunyai ketenaran diantara
tahun 1706 hingga 1709 M. Tetapi setelah tahun 1709 M, ia ketenarannya sudah
meluntur, sehingga ia kemudian menyingkir menyepi dan membuat tinggal di
sekitar mata air Cilembang. Karena itu kadang Nini Sariwalana dan Aki
Buleuneung selalu dikaitkan dengan mata air Cilembang. Sedang Lenyang kuning
diabadikan dalam apa yang disebut dengan Lenyang kuning sekarang (daerah
pangangonan) antara desaHariang dengan desa Wanajaya.
2..
Seni Gemyung Di Era Lebe Kamsu
Di Era ki lebe kamsu
(personil lainnya antara lain: ki katma, ki uca, mang ijan (kendang)), seni
gemyung masih dalam bentuk aslinya, meskipun sudah ditambahkan kendang. Tetapi
lagunya masih menunjukan aslinya, berupa syair-syair sholawat nabi atau
tentang keagamaan.
Dan yang menarik lagi adalah yang ngigeulnya, kadang setelah
tengah malam banyak yang kesurupan.Di era ini Sang kakek yang bernama Ojo Suwangga mempunyai keunikan dalam hal "ngigeul" nya.
3..
Seni Gemyung Tradisional Kombinasi di Era Abah Olin
Gbr. Seni Gemyung Tradisional / Kombinasi "Jayamukti Sekar Panggugah" Pimp. Aabah Olin |
Abah Olin adalah putra dari Ki Ojo Suwangga, dan Aki ojo ini merupakan keponakan dari Aki Lebe Kamsu. Abah Olin merasa prihatin dengan nasib gemyung yang tidak ada penerusnya, setelah era Ki Lebe Kamsu meninggal semua. Untuk tetap eksis, seni gemyung olehnya kemudian dikolaborasi dengan seni tradisional ketuk tilu, karena itu ia kemudian namakan Seni gemyung tradisional kombinasi.
Abah Olin bersama rekan rekan
sekampungnya kemudian mendirikan perkumpulan seni gemyung yang dinamakan
Seni Gemyung tradisional / kombinasi ”Jayamukti Sekar Panggugah’”
pimpinan Abah Olin sendiri, dengan alamat Dusun Curug Desa hariang, kecamatan
Buahdua.
Seni gemyung biasanya dipentaskan
ketika ada sunatan, nikahan, atau acara-acara penting pemerintahan. Biasanya
gemyung tersebut disiang hari atau dimalam hari. Jika dilaksanakan di malam
hari biasanya semalam suntuk, setelah sholat Isa hingga subuh (sebelum sholat
subuh). Dan kadang orang yang “ngigel-nya” kalau menjelang subuh biasanya
banyak yang kesurupan. Makanya seni gemyung di hariang sering disebut juga
dengan istilah terbang uyut.
by Adeng Lukmantara bin Abah Olin
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang - Sumedang
Sumber
:
..
E. Sona dan Atnawi, Sejarah Desa Hariang, Agustus 2004
..
Suharya, Maman, Seni Terbang, Banceuy Bandung, Maret 2006
..
Wawancara Dengan Abah Olin